#50. HARI PERTAMA KERJA

150 20 2
                                    

❄️

"Maaf, Ra. Gue cinta sama Lo."

Kiara diam tak bergeming. Entah kenapa, kedua mata Abadi seperti magnet baginya hingga ia balik menatap mata lelaki itu. Tatapan matanya yang tulus berbinar bak purnama di malam yang gelap.

Kiara hendak mengeluarkan suara, namun tenggorokannya terasa tercekat.

"Tapi perasaan gue hanya sebatas rasa semata, Ra. Gue nggak akan melangkah lebih jauh lagi. Kita sahabatan saja ya, menurut gue itu udah lebih dari cukup," ucap Abadi setelahnya, lalu terdengar helaan nafas berat.

"Ja...jadi perasaan Lo ke gue nggak serius?" tanya Kiara pelan.

"Kalau udah sampai gue katakan, berarti itu sudah terlampau serius."

"Te..terus. Ke..kenapa Lo mau sahabatan aja sama gue?"

"Kalau gue ajak Lo pacaran pun Lo nggak bakalan mau. Dan selain itu ada alasan lain, Ra."

Kiara mengerutkan keningnya. "Apa?"

"Kak Arga juga cinta sama Lo. Gue nggak mungkin saingan sama saudara gue sendiri." Abadi mengusap wajahnya. "Dan gue memilih untuk ungkapin perasaan gue supaya Lo tau, Ra. Supaya Lo tau tentang perasaan gue ke Lo."

Kiara mengangguk. Ia berusaha mengerti akan perasaan Abadi.

Kiara memang tahu kalau Arga suka padanya. Tapi untuk mengetahui bahwa Abadi juga suka padanya, ia baru tahu sekarang.

"Mencintai bukan berarti harus memiliki 'kan?" ucap Abadi dengan tawa kecilnya.

Kiara kembali mengangguk kecil sambil mengulum senyumnya. "Gue salut sama Lo, Bad. Lo lebih mentingin perasaan orang lain daripada perasaan diri sendiri."

"Kak Arga bukan orang lain ya!" tegas Abadi sambil menampilkan ekspresi sok marahnya.

"Hehe iyaaa!!"

Kiara tersenyum getir. Sebenarnya ia juga ingin mengungkapkan perasaannya pada lelaki itu. Ia ingin mengatakan hal yang sama seperti apa yang telah Abadi ucapkan beberapa menit yang lalu.

"Maafin gue, Bad. Gue juga cinta sama Lo."

❄️

Lelaki itu memandang kulit tangannya sambil mengelusnya pelan, ia merasakan perubahan drastis pada tubuhnya terutama kulitnya. Kulitnya tampak kering dan pucat.

Ia menghela nafas berat, menatap kosong ke depan sambil melihat banyak siswa siswi yang berlalu lalang.

Tiba-tiba sebuah pikiran yang paling ia benci datang. Ia berpikir kalau ia tidak akan bisa hidup lebih lama lagi. Ia bahkan tidak bisa menikmati masa remajanya seperti teman-temannya. Masa remajanya hanya dipenuhi dengan dunia kelam yang sudah lama ia tempati.

"Lo gak pulang?" Seorang lelaki berperawakan tegap duduk di sampingnya.

Abadi terjengkit kaget. "Eh, Lo Ga. Kayanya gue bakalan pulang malam deh. Soalnya jam 5 sore ini gue bakalan ke cafe. Ini hari pertama gue kerja di sana."

"Gue anterin?" tawar Arga.

"Sebelumnya makasih, Ga. Tapi gue naik angkot aja sama-"

"Lama ya nunggunya?" Kiara datang secara tiba-tiba. "Eh ada Kak Arga. Hai Kak!" seru Kiara.

"Oh, Hai. Hehe." Arga membalas kikuk.

"Ga, gue pergi dulu ya. Lo 'kan ada simulasi ujian sore ini." Abadi mengulum senyumnya, bangkit dari duduknya dan mengajak Kiara pergi.

"Kak Arga gue duluan ya. Semangat simulasinya!" seru Kiara sambil membentuk tanda semangat dengan kedua tangannya sebelum pergi.

❄️

Abadi [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang