#30. KIARA MENGETAHUINYA

240 12 4
                                    

"Jangan lakukan itu."

Gerakan tangan Kiara terhenti mendengar suara berat itu. Ia menoleh ke arah sumber suara.

"Ikut gue!" Abadi menarik tangan Kiara menjauh dari kerumunan.

Kiara tak memberontak. Ia hanya menurut saja ke mana Abadi akan membawanya.

Abadi memberhentikan langkahnya di belakang sekolah. Bersamaan dengan itu, ia melepas genggaman tangan Abadi.

"Kenapa lo ngelarang gue buat cabut kertas itu?!" Kiara memulai pembicaraannya. "Itu berita nggak bener 'kan Bad? Gue nggak mau lo jadi bahan fitnah kayak gitu!"

Abadi menatap manik Kiara dalam. Sepertinya, ia harus menceritakan semua pada Kiara. Semua sisi kelamnya harus ia ceritakan pada gadis itu.

"Itu benar." Abadi menjawab lirih.

"Ucapan gue benar 'kan Bad?"

"Bukan ucapan lo. Tapi tulisan itu yang benar."

Deg.

Hati Kiara mencelos. Tungkai kakinya lemas. Kalau saja tidak ada dinding yang ada di belakangnya, mungkin ia sudah luruh begitu saja ke tanah.

"Bad? Lo... bohong 'kan?"

"Gue nggak bohong, Ra. Mungkin ini saatnya lo tau kalau gue bukan anak baik-baik. Gue kotor, Ra. Gue nggak cocok buat lo. Gue anak haram, Ra," ungkap Abadi.

Kiara hanya mampu menggeleng pelan. Bahkan untuk bicara saja rasanya sulit. Lidahnya kelu, tenggorokannya tercekat. Air matanya sudah menumpuk di kedua kelopak matanya.

"Mulai sekarang, lo jangan deketin gue lagi." Abadi hendak pergi meninggalkan Kiara. Namun dengan cepat, Kiara menahan pergelangan tangan Abadi.

"Bad! Gue nggak akan jauhin lo. Hiks..." Cairan bening mulai merembes membasahi kedua belah pipi gadis itu. Ia menangis.

"Bad, lo jangan menjauh dari gue hiks..."

"Gue nggak pantas buat lo, Ra. Lebih baik lo cari aja teman yang jauh lebih baik dari gue. Gue anak haram. Gue terlahir dari dosa, Ra."

"Bad! Lo harus tahu satu hal! Apa pun latar belakang lo, gue nggak akan jauhin lo. Gue tetap jadi teman lo sampai kapan pun!" tegas Kiara.

"Gue... gue nggak akan jauhin lo, Bad. Hiks..." Kiara menyandarkan punggungnya ke dinding yang ada di belakangnya. Perlahan, pertahannya hancur. Tubuhnya meluruh ke tanah.

Hati Abadi terenyuh melihat itu. Ia pun turut duduk di samping Kiara, agar posisinya sejajar. Abadi menghela nafas panjang.

"Jangan nangis, Ra." Abadi berucap lirih.

"Hiks..." Kiara terus saja mengeluarkan isakannya.

Tettt...tettt...tettt....

Bel masuk kelas pun berbunyi. Abadi segera bangkit dari duduknya. Setelah itu, ia mengulurkan kedua tangannya.

"Ayo! Gue bantu bangun."

Aroma lezat mie ayam yang ada di depannya tak mampu mengalihkan perhatian Kiara yang terus saja menatap kosong ke depan. Sekarang, ia sedang berada di kantin bersama Maya.

"Ra, ayo makan. Nanti keburu dingin," ucap Maya. Maya memanglah teman yang pengertian, ia bahkan tidak menanyakan satu kata pun tentang Abadi dengan masalah tadi pagi.

"Kiara, ayo makan, Ra. Gue pesenin yang lain?"

Kiara menggeleng lemah sambil memaksakan senyum tipis terbit di bibirnya. "Nggak usah, May. Makasih ya."

Abadi [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang