#48. TA'ARUF

143 15 6
                                    

❄️

"Lepaskan!"

Aku berusaha memberontak dari dua preman yang tengah menarikku dengan brutal.

Tamatlah riwayatku sekarang. Bagaimana bisa aku melawan dua preman yang tubuhnya jauh berbeda dariku.

"Lepaskan! Tolong!" Aku memekik kencang.

Semakin keras aku berteriak, semakin keras pula preman jahat itu menarikku. Entah di mana aku sekarang berada, aku tiba-tiba berada di gang sempit seperti ini. Bahkan aku tidak menemukan keberadaan orang lain.

"TOLONGG!!" Aku berteriak dengan sisa suaraku yang semakin parau. Tubuhku terasa lemas akibat seringnya aku memberontak.

"Lepaskan adikku!!!"

Suara berat seorang lelaki berasal dari belakang. Sontak, kedua preman itu menoleh, begitu pun denganku. Akhirnya, Kakakku datang.

"Siapa kamu?" tanya seorang preman.

Kakakku tak menjawab, ia langsung menghajar kedua preman itu dengan membabi-buta. Tak memberikan pengampunan.

"Sembunyi di belakang Kakak!"

Aku menurut akan intruksinya. Aku berlari ke arah belakangnya, menyaksikan pergulatannya dengan kedua preman itu.

Tidak beberapa lama kemudian, kedua preman itu kabur. Kakakku langsung berbalik dan memelukku erat.

"Kamu nggak papa 'kan dek?" Tersirat jelas nada khawatir dalam tanyanya.

Aku menggeleng pelan. "Ng..nggak papa Kak."

"Kita pulang ya."

Aku mengangguk. "Iya, Kak."

Kedua matanya terbuka pelan. Gadis itu terbangun dari tidurnya. Aneh. Hatinya berbicara. Pandangannya tertuju pada jam dinding, menunjukkan pukul 10 malam. Kiara memang tidur lebih awal tadi.

Ia memegang tenggorokannya yang terasa kering, terasa seperti habis berteriak. Kiara menyibak selimutnya dan beranjak ke arah dapur.

Sebelum sampai ke dapur, ia melihat pintu kamar orang tuanya terbuka dengan lampu yang masih menyala.

Ia tak menggubrisnya, langkahnya ia teruskan ke arah dapur dan langsung membuka kulkas mengambil minuman dingin. Setelah mengusir dahaganya, Kiara berniat kembali ke kamarnya. Tapi ketika melewati kamar orang tuanya, ia mendengar suara tangisan.

Kedua matanya membola, ia langsung masuk ke dalam untuk melihat apa yang terjadi. Di dalam, tampak Adnan tengah menenangkan Tiara yang tengah menangis sesenggukan sambil memandang sebuah album foto. Sementara Kaira sudah tertidur lelap di kasur.

"Mama kenapa nangis?" tanya Kiara panik. Ia mendekat ke arah Tiara. "I..itu 'kan foto Kiara, Ma." Kiara dapat melihat album foto itu dengan jelas, tampak seorang bayi yang tengah tersenyum kecil mengenakan setelan pakaian berwarna biru.

"Mama hanya hiks..." Tiara tak dapat melanjutkan kalimatnya.

"Mama terharu lihat foto kamu waktu kecil. Sekarang kamu udah besar, sayang," ucap Adnan.

Kiara tersenyum tipis. "Mama jangan nangis dong. Walaupun Kiara sudah besar, Kiara tetap bayi kecil Mama dan Papa hehe."

Tiara mengelus surai hitam Kiara yang tak berlapis jilbab itu, ia langsung mencium keningnya.

"Kiara lucu ya waktu pakai baju biru kaya gini," ujarnya sambil menunjuk foto bayi di album itu.

Tangis Tiara semakin menjadi-jadi. Ia lantas memeluk putrinya itu dengan erat.

Abadi [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang