❄
"Kesambet sama kecantikan lo."
Kiara tampak melongo sejenak. Ia tak percaya kalau Abadi bisa mengeluarkan kalimat gombal.
"Ah! Nggak gitu. Maksudnya gue kesambet aama kecantikan taman ini. Gue nggak fokus," ucap Abadi ketika menyadari apa yang telah ia ucapkan beberapa detik yang lalu.
"Hehehe iya. Gue juga nggak percaya kalau lo bisa gombal hahaha." Kiara mencoba tertawa untuk mencairkan suasana yang sempat canggung. "Oh iya, kemarin lo sama Kak Arga kenapa? Kok bisa berantem."
"Gue nggak mau cerita ke orang lain."
Ada perasaan sakit yang menjalar di hati gadis berhijab itu. Abadi masih menganggapnya orang lain. Padahal ia sudah menganggap Abadi sebagai teman, iya teman. Mungkin suatu saat nanti statusnya dengan Abadi lebih dari teman, mungkin.
"Ke...kenapa?" tanya Kiara pelan.
"Gue nggak akan dipercayai."
Kiara menatap Abadi tulus. Kedua sudut bibirnya terangkat, membetuk sebuah senyuman tipis. "Gue percaya kok."
Abadi menghela nafas berat. Ia kemudian menceritakan kejadian kemarin.
Kemarin.
Lelaki yang memakai seragam acak-acakan itu duduk di atas sebuah bangku yang tak terpakai yang terletak di rooftop. Lelaki bertubuh jangkung itu mebikmati semilir angin yang menyapu wajahnya sembari menyesap benda berasap.
BRAK!
Tiba-tiba, pintu rooftop itu terbuka dengan keras. Abadi langsung menoleh ke arah sumber suara. Ketika ia mengetahui siapa pelakunya, senyuman sinis pun terbentuk di bibirnya.
Arga mendekat ke arah Abadi. Tatapan tajamnya menusuk tepat di kedua manik Abadi.
Abadi hanya santai menanggapi hal itu. Ia bangkit dari duduknya, mensejajarkan posisinya dengan saudara beda Ibu itu. Rokoknya kembali ia sesap, kemudian ia buang begitu saja.
"Lo mau apa ke sini?" tanya Abadi sambil mengangkat dagunya. Sifat angkuhnya mulai keluar.
"Gue mau lo jauhin Kiara!" Ini yang sudah keberapa kalinya bagi Arga mengucapkan kalimat itu pada Abadi.
"Kenapa gue harus jauhin dia? Biar lo bisa deket? Hahaha...! Dia sudah tau mana cowok baik dan yang mana cowok tol*l! Jadi dia nggak mungkin deketin lo!" jelas Abadi dengan senyuman sinisnya.
Kedua tangan kekar Arga mengangkat kerah seragam Abadi. Wajahnya memerah, pandangannta semakin tajam menusuk ke netra lelaki yang di depannya itu. "Lo jangan sok suci brengs*k! Lo itu anak haram! Lo jauh lebih buruk daripada gue!"
Abadi mendorong Arga kuat hingga lelaki yang terpaut umur satu tahun dari Abadi itu pun terpental ke belakang. "Terserah lo mau bilang apa. Gue nggak peduli anj*ng!"
Lelaki bertubuh jangkung itu hendak pergi meninggalkan Arga. Namun dengan cepat, Arga menarik tangan Abadi dan mengambil ancang-ancang untuk memukul lelaki itu. Tapi dengan gerakan cepat, Abadi mampu menghalau serangan yang hendak diluncurkan oleh Arga.
"Gue nggak mau berurusan sama pengecut kayak lo!" tajam Abadi.
"Bilang aja kalau lo takut sama gue! Dasar banci!"
Dugh!
Baru saja Arga menyelesaikan ucapannya, tangan Abadi langsung meninju tepat di bagian wajah Arga. Kesabaran Abadi sudah habis, ia paling tidak suka jika ia direndahkan begitu saja.
Abadi mendekatkan wajahnya ke arah Arga yang sudah meringkuk di lantai rooftop. "Sekarang siapa yang banci?"
Arga mengepalkan tangannya kuat. Ia hendak menyerang balik, tapi ia taban. Karena kalau ia membalas pukulan Abadi, maka ia juga akan disalahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abadi [LENGKAP]
Teen FictionLembaran kisah Abadi, laki-laki rapuh yang berlagak paling kuat. WARNING!!! If you have entered into an ABADI story, then it is difficult for you to get out of this extraordinary story. (Jadi, sebelum membaca, siapin emosi aja dulu. Hehehe-,-) *Imag...