~EPILOG~

127 4 0
                                    

❄️

Gerimis di kota Jakarta pada siang itu menambah suasana duka. Ratusan orang yang memadati pemakaman mengenakan pakaian hitam, hingga perlahan beberapa orang mulai pergi meninggalkan tempat itu karena gerimis yang semakin deras.

Kiara meletakkan buket bunga di ats gundukan tanah yang penuh dengan taburan bunga-bunga. Arga menangis tersedu-sedu sambil mengusap batu nisan yang ditancap di atas gundukan tanah itu. Begitu pula dengan Hana, tangisannya turun dengan deras, mengalahkan gerimis kala itu.

Dari kejauhan, datang seorang lelaki memakai kursi roda. Terlihat Tiara yang tengah mendorong kursi roda tersebut. 

"Ayah," lirihnya pelan. Abadi turun dari kursi roda dan bersimpuh di atas kuburan ayahnya. "Ayah.." ucapnya lagi sambil mengusap nisan yang bertuliskan Ferdimas Andrajaya.

Dimas memutuskan untuk mendonorkan jantungnya pada Abadi, menurut Dimas itu adalah satu-satunya cara untuk menebus kesalahannya. Setelah seminggu pasca DImas mendonorkan jantungnya pada Abadi, kondisinya mulai memburuk dan ia pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Flashback

"Jadi begini, pak, bu. Sekarang, kondisi Abadi kritis. Jantungnya sudah sangat lemah," ucap dokter itu ketika ia sudah sampai di ruangannya.

"Jadi apa tindakan yang harus dilakukan, dok?" tanya Dimas. Sementara Tiara hanya diam mengetuk-ngetuk jarinya di paha, ia gugup sekaligus takut.

Dokter itupun menggeleng pelan. "Sangat mustahil baginya untuk selamat. Tapi ada satu cara yang bisa kita lakukan, meskipun tingkat keberhasilannya setidaknya 5%."

"Apa itu?" tanya Dimas cepat.

"Transplantasi jantung."

Tiara menghembuskan nafas pasrah. Tatapannya beradu dengan tatapan putus asa dari Dimas. Apakah ia akan mengizinkan dokter untuk melakukan transplantasi jantung pada Abadi? Kalau iya, lalu siapa yang akan bersedia mendonorkan jantungnya?

...

Hana berpaling dari tatapan Dimas, ia tak sanggup menatap mata pria-nya. 

"Aku mohon restu dari kamu."

"Tapi yah, nanti kalau terjadi apa-apa sama ayah gimana?"

Dimas menangkup pipi istrinya dengan kedua tangannya. Mengecup kening istrinya pelan lalu kembali meyakinkan Hana.

"Semua akan baik-baik saja."

"Janji?"

Dimas mengangguk. "Nanti kamu kasih tau Arga ya."

"Iya, Ayah." Hana kemudian merengkuh Dimas dengan erat, ia seolah-olah tak ingin melepas suaminya.

"Nanti pas aku dioperasi, kamu jaga diri baik-baik ya." Dimas merogoh saku celananya, mengambil sebuah amplop berwarna putih."

"Tolong kasih surat ini ke Abadi."

***

Hana masuk ke ruang rawat inap Abadi, di sana ia menemukan Abadi tengah duduk di tas kursi rodanya sambil menatap pemandangan di luar melalui jendela.

"Boleh bunda masuk?"

Abadi menoleh, memberikan senyuman hangat dan mengangguk. "Tentu."

"Mama kamu sama Kiara ke mana?" tanya Hana, mengambil posisi duduk di samping Abadi.

"Lagi jemput Kaira, Bun. Terus kalau Kiara dia pergi sekolah. Bunda udah pergi jenguk Arga?"

Selepas pemakaman kemarin, Arga langsung dubawa ke kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Abadi [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang