#3. BERSELISIH PAHAM

316 29 5
                                    

"Gue nggak seberuntung lo, Kiara."

Kiara diam. Ia tidak mengerti akan ucapan Abadi. Ia lebih memilih diam, menunggu lanjutan dari kalimat lelaki itu.

"Lo beruntung, Ra. Lo punya banyak teman, pendidikan lo bagus, lo punya orang tua yang sayang sama lo." Suara Abadi semakin lirih.

"Lo juga gitu kan, Bad. Lo punya segalanya. Lo kaya, lo punya orang tua yang sayang sama lo, lo punya teman---"

"Sayangnya, gue nggak punya itu semua."

Kiara tampak bingung. "Ma...maksud lo?"

"Gue kaya? Kata siapa gue kaya? Ini harta Bokap gue, bukan punya gue." Abadi menarik nafas panjang, seolah-olah sedang mempersiapkan banyak nafas untuk mengeluarkan kalimat-kalimat yang dapat menyakitkan hatinya.

Kiara hanya menjadi pendengar setia. Ia tidak berniat untuk menyela ucapan Abadi.

"Disayang sama orang tua? Sejak kapan? Dianggap aja nggak. Dan punya teman? Ya, gue emang punya teman. Teman gue itu hanya lo, Kiara."

Kedua mata Kiara memanas. Pandangannya mulai mengabur, karena buliran-buliran air mata mulai menumpuk di kedua kelopak matanya. Gadis itu mendongak, mencoba menghalau air matanya yang kapanpun bisa jatuh.

"Lo... lo nggak bohong kan?" lirih Kiara. Air matanya sudah mengalir membasahi kedua pipinya.

"Buat apa gue bohong?"

Kiara mengusap air matanya dengan pelan. "Mungkin itu cara orang tua lo memberikan rasa kasih sayangnya."

"Dengan cara kasar? Gitu?"

Gadis itu diam. Ia tidak tau harus menjawab apa. Meskipun ia belum tau yang sebenarnya. Setahunya, Pak Dimas adalah pribadi yang baik, tidak mungkin ia melakukan hal yang kasar pada anaknya sendiri. Begitulah isi pikiran Kiara saat ini.

"Gue pergi dulu."

Abadi berlalu begitu saja meninggalkan Kiara, tanpa menunggu persetujuan dari gadis itu. Abadi rasa, ia sudah cukup menceritakan sedikit masalah hidupnya.

Kiara menghela nafas panjang. Sepertinya, ia harus mencari tau lebih banyak tentang Abadi.

"Gue udah bilang kan, Ra! Lo jangan deketin Abadi! Pasti Abadi apa-apain lo kan?! Itu kan penyebab lo nangis!" sentak Desya ketika melihat wajah Kiara yang tampak sembab.

Di sinilah mereka sekarang, di belakang sekolah. Tadi, Kiara menelpon Desya agar Desya menghampirinya di belakang sekolah. Niat Kiara sih ingin meminta bantuan pada Desya, siapa tau gadis itu dapat membantunya untuk mencari info penting tentang Abadi.

"Des! Abadi nggak apa-apain gue!"

"Terus kenapa lo nangis?! Pasti Abadi penyebabnya kan!" pungkas Desya.

"Bukan itu Des, tapi---" Kiara menghentikan kalimatnya. Ia tidak mungkin menceritakan latar belakang Abadi kepada Desya. Tidak, Kiara tidak akan melakukan itu!

"Tapi apa? Hah?! Abadi itu baj*ngan! Abadi itu bren*sek! Abadi itu be---"

"Cukup Des! Abadi nggak kayak gitu! Abadi itu baik! Abadi itu---"

Abadi [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang