❄
Sudah dua jam lebih Kiara dan teman sekelasnya mendengar penuturan guru sejarah. Terlebih lagi matahari tengah terik-teriknya di luar. Sehingga tak sedikit teman sekelas Kiara yang tertidur di balik buku bacaan yang berdiri tegak di atas meja.
Kiara mencuri pandang pada orang yang duduk dengan jarak beberapa bangku di depannya. Ia merasa bersalah atas ucapannya di kantin tadi, apakah itu terlalu kasar?
Ya, seperti itu lah Kiara. Seorang gadis dengan hati polosnya yang tak tega menyakiti perasaan orang lain. Beberapa jam yang lalu ia menyanggah ucapan Kiara dengan kata-kata yang tak dapat dibilang manis. Tapi sekarang, ia sangat menyesalinya. Ia ingin sekali memeluk gadis itu dan mengucapkan permintaan maaf padanya, tapi Kiara tahu ini bukan waktu yang tepat karena untuk sekarang ini hati Desya sedang tidak ingin dimasuki oleh Kiara.
Tak terasa pelajaran sejarah telah berakhir dan sekarang waktunya jam istirahat kedua. Kiara tengah sibuk merapikan buku-bukunya yang berserakan di atas meja.
"Lelet lo Ra!"
Kiara dikejutkan dengan suara seseorang yang tiba-tiba duduk di kursi di sampingnya.
"Astaghfirullah! Ihh Bad!" kesal Kiara.
"Lama sih lo! Temen-temen lo udah keluar semua eh lo malah masih di sini."
"Lagian ada apa sih? Tumben lo samperin gue ke kelas."
"Kita sholat."
"Apa?!" Kiara berucap penuh heran.
"S-H-O-L-A-T! SHOLAT!"
"Sejak kapan lo sholat?"
"Sejak lo kasih tau gue kalau sholat itu bukan hanya suatu kewajiban, tapi kebutuhan."
"Memangnya gue pernah bilang gitu?"
"Secara kalimat jelasnya ga pernah. Tapi secara ga langsung semua perhatian yang lo tujuin ke gue itu merujuk pada kalimat yang tadi," ucap Abadi.
"Yaudah deh terserah Lo. Tapi gue seneng banget Lo ngajak gue sholat. Biasanya gue yang sering ngajak Lo."
"Hehe. Yaudah ayok ntar keburu asar!"ajak Abadi.
"Yeee azan aja belum."
❄️
"Uang 10.000 itu mau Lo apain?" tanya Abadi sambil menunjuk pecahan uang 10.000 yang ada di tangan Kiara.
"Gue mau masukin ke kotak amal. Hitung-hitung jadi amal jariyah 'kan," jawab Kiara dan sepersekian detik kemudian uang itu berpindah ke dalam kotak amal.
Sambil merapikan jilbabnya yang sedikit berantakan akibat mukena yang ia pakai saat sholat tadi, Kiara bertanya pada lelaki yang duduk tegap di tangga musholla. "Lo... Ga nginfaq?"
"Nginfaq?" Abadi mengerutkan alisnya sebagai tanda ia tak mengerti.
"Iya. Infaq itu artinya sedekah." Kiara menjelaskan secara singkat.
"Oo.. gue... Mmm gue ga punya uang," ucap lelaki itu.
"Ah... Iya. Maaf Bad. Gue ga bermaksud--"
"Woles aja, Ra. Lo kaya sama siapa aja." Abadi segera menyela ucapan Kiara, ia tidak mau kalau gadis itu merasa bersalah. Ia sangat paham akan hati Kiara yang mempunyai sikap 'ga enakan'
itu. Lelaki bertubuh jangkung itu pun bangkit dari duduknya. "Ayo, Ra. Kita ke kelas.""I-iya. Bad maaf yaa..."ucapnya lagi.
"Lo ga salah apa-apa, Ra. Udah yaa Lo berhenti nyalahin diri Lo sendiri. Itu sama sekali ga baik buat Lo. Hm?" nasihat Abadi. Tatapan teduhnya beradu dengan tatapan ketulusan dari Kiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abadi [LENGKAP]
Teen FictionLembaran kisah Abadi, laki-laki rapuh yang berlagak paling kuat. WARNING!!! If you have entered into an ABADI story, then it is difficult for you to get out of this extraordinary story. (Jadi, sebelum membaca, siapin emosi aja dulu. Hehehe-,-) *Imag...