#32. ALASAN DESYA

222 11 4
                                    

"Lo harus cium kaki gue."

Desya terkejut bukan main ketika mendengar persyaratan yang diajukan oleh Abadi. Tapi karena cinta itu buta, Desya meng-iya-kan saja. Ya, Desya menyanggupinya.

"Wah, berani juga ya lo. Yaudah, nih cium kaki gue."

Sorakan demi sorakan pun dapat Desya dengar. Ia kemudian menarik nafas panjang. Desya menutup matanya, dengan perlahan ia menundukkan kepalanya hingga indera penciumannya berhenti tepat di kaki Abadi yang dibalut oleh sepatu itu.

Teriakan dan suara tawa pun pecah saat itu juga. Tapi Desya tak peduli akan hal itu. Ia hanya mempedulikan bagaimana caranya agar ia menjadi pacarnya Abadi, dan inilah cara yang ia lakukan.

Setelah beberapa detik, Desya mengangkat wajahnya. Ia kembali menatap wajah Abadi dengan tatapan bahagianya.

"Sekarang... kita pacaran?" tanya Desya memastikan. Senyum di wajahnya ia tahan mati-matian. Ia sangat bahagia sekarang.

Abadi menampilkan senyuman smirk-nya. Abadi sedikit menunduk, agar ia dapat melihat wajah Desya yang menatapnya dalam.

"Masih ada syarat lagi."

"La...gi?" tanya Desya pelan.

"Mana cokelat lo?"

Desya segera memberikan cokekat batangan itu pada lelaki yang berdiri angkuh di depannya. Abadi segera mengambilnya, ia kemudian membuka cokelat itu dan mematahkannya menjadi beberapa bagian. Setelah itu, dengan sadisnya ia membuang potongan itu tepat mengenai wajah Desya, sebelum potongan cokelat itu jatuh ke tanah.

Suasana tampak tegang, bahkan siswa-siswi yang tengah menonton tidak ada yang berani berbicara. Semuanya hanya diam menyaksikan peristiwa itu.

Desya marah? Tidak, Desya tidak marah. Bahkan dengan tulusnya ia menampilkan senyuman kecilnya pada Abadi. Meskipun sebenarnya ia menyimpan banyak air mata di kedua pelupuk matanya.

"Makan cokelat itu. Ambil pakai mulut lo!"

Hati Desya mencelos. Ia terkejut bukan main mendengar ucapan Abadi barusan. Ini merupakan syarat yang sangat konyol sekali!

"Mau nggak? Kalau nggak mau yaudah. Kita batal---"

"Gue mau!" sahut Desya cepat.

Abadi tersenyum penuh kemenangan. Inilah pusat kebahagiaannya, menindas orang lain.

Desya menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia harus menyiapkan banyak mental, karena yang menyaksikannya sangat banyak, bahkan sampai kalangan kakak kelas.

Dengan perlahan, Desya menundukkan wajahnya dan berakhir memakan cokelat yang sudah jatuh ke tanah itu langsung dengan mulutnya.

Siswa-siswi yang menyaksikan kejadian itu pun menjerit histeris. Mereka tidak menyangka kalau Desya akan melakukannya.

Setelah cokelatnya habis, Desya mengangkat wajahnya. Ia menatap Abadi sambil membersihkan bibirnya yang kotor akibat debu dan cokelat.

"Kita resmi pacaran 'kan?" Desya berucap pelan.

"Masih ada satu syarat lagi."

Hati gadis itu terasa panas, ia ingin protes. Tapi protes ke lelaki bringas itu sungguh hanya perbuatan yang sia-sia. Desya ingin menyerah saja, namun langkahnya sudah terlampau jauh untuk kata 'menyerah'.

Abadi [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang