#14. ABADI YANG KUAT

355 14 2
                                    

Arga hendak menghentikan tindakan kasar Ayah-nya. Tapi hatinya tertutup kabut hitam yang menghalangi kehendaknya. Ia membenci Abadi. Sangat. Dan Arga, tidak ingin menolong Abadi.

Arga membalikkan tubuhnya. Ia kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.

Dimas menghentikan pukulannya. Dimas tampak ngos-ngosan. Mungkin terlalu banyak tenaga yang ia keluarkan untuk memukul anaknya sendiri.

"Kamu tidur di luar," putus Dimas.

Abadi tak membalas ucapan Dimas. Ia hanya sibuk menetralkan rasa sakitnya yang mulai menjalar di sekujur tubuhnya.

"KAMU ITU TULI YA! SANA KELUAR!" bentak Dimas sambil menendang tubuh Abadi dengan keras.

Abadi merintih kesakitan. Ia berusaha bangkit dari duduknya meskipun tampak kesulitan. Lelaki itu kemudian berjalan dengan perlahan ke arah luar. Setelah ia sampai di teras rumah, pintu utama ditutup dengan kasar oleh Hana.

Abadi mengeratkan jaketnya. Udara malam sangatlah dingin. Seragam sekolah lengkapnya masih setia menempel di tubuhnya.

Lelaki itu menghela nafas. Ia menatap langit malam yang tampak gelap. Tidak ada bulan atau pun bintang.

"Gue lelah," lirihnya pelan.

Ringisan sakit senantiasa keluar dari bibirnya. Rasanya perih, ngilu, panas, dan semua rasa sakit ia rasakan.

Abadi memejamkan matanya. Tiba-tiba ia teringat akan... Kiara. Entah kenapa, ia merasa bersalah pada gadis itu.

"Jangan pikirin dia, Bad. Dia aja nggak pernah mikirin lo."

"BANGUN KAMU! DASAR PEMALAS!"

Abadi membuka matanya perlahan ketika mendengar bentakan Dimas. Kepalanya terasa pusing. Semalaman ia tidak bisa tidur, karena udara malam yang sangat dingin. Ia baru bisa tidur pada waktu subuh tadi.

"SANA! KAMU MASAK!"

"Bun...bunda aja Yah. Abadi capek," cicit Abadi.

"KAMU BERANI PERINTAH ISTRI SAYA! DASAR NGGAK TAU DIRI!"

Abadi menghela nafas panjang. Ia kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan gontai ke arah dapur. Sungguh, ia merasa sangat pusing. Yang ia butuhkan saat ini adalah... tidur.

Ide luar biasa pun muncul di otak Abadi. Ia berinisiatif untuk membuat masakannya menjadi tidak enak. Ia menambahkan banyak garam dan banyak cabai. Mungkin, ketika ia melakukan ini, Abadi tidak akan lagi dijadikan babu di sini!

Dan benar saja, baru saja makanan itu dihidangkan. Dimas, Hana, dan Arga langsung memcaci Abadi karena makanannya yang luar biasa tidak enak.

"DASAR NGGAK GUNA! BUAT MAKANAN AJA NGGAK BISA! MULAI HARI INI, KAMU NGGAK USAH MASAK!" murka Dimas.

"Makasih, Yah."

Setelah mengatakan hal itu, Abadi langsung berlalu begitu saja ke arah kamarnya.

"Brengs*k!" desis Dimas.

Abadi menghela nafas panjang. Ia kemudian memerintahkan Pak Yanto-Satpam sekolah untuk membukakan gerbang untuknya. Untuk sekarang ini, ia tidak ingin melompat lewat tembok belakang. Ia memutuskan lewat depa sekolah saja. Karena Abadi tidak sanggup melompati tembok sekolahnya yang tinggi dalam keadaan pusing seperti ini.

"BUKAIN PAK!" teriak Abadi.

"Tapi---"

"BUKAIN ATAU GUE PECAT!" ancam Abadi yang membuat Pak Yanto langsung bertindak.

Abadi [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang