❄️
"Kita ta'aruf aja."
Kiara membelalakkan kedua matanya kaget. "Ta'aruf?!!"
Abadi mengangguk tanpa beban. "Iya, ta'aruf."
"Eh! kita masih SMA!!!"
"Itu bukan masalah 'kan. Yang penting kita punya niat untuk ta'aruf. Lagian ta'aruf itu nggak mandang umur," ucapnya santai.
"Kalau kita ta'aruf kita gak bakalan bisa ketemu kaya gini lagi. Pertemuan tatap muka dalam ta'aruf itu terbatas. Dan tujuan dari ta'aruf itu adalah untuk saling mengenal satu sama lain dan melaju ke jenjang pernikahan. Lo mau nikah muda?!" cerocos gadis itu.
Abadi menampilkan ekspresi bingungnya. "Gitu ya?"
"Iya, Baad! Lo pikir ta'aruf itu gampang? Lo pikir ta'aruf itu modal nekat sama omongan doang? Ta'aruf itu juga perlu kesiapan materi, fisik, dan mental Bad. Kita ini masih sekolah. Masih SMA, masih bau kencur. Anak kemarin sore!" sambung Kiara.
Abadi menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Tapi ta'aruf yang gue maksud bukan kayak gitu, Ra."
"Terus kayak gimana? Langsung nikah?!"
"Ta'aruf yang gue maksud itu ta'aruf yang menyerahkan segala urusannya sama Allah."
Kiara menatap Abadi bingung. Ia tampak berfikir keras. "Abadi... Itu bukan ta'aruf namanya..." Kiara memasang ekspresi marah yang ditahan-tahan.
"Itu namanya TAWAKAL, Bad!!!!!" lanjutnya.
"Nah, itu maksud gue, Ra. Tawakal bukan ta'aruf hehe." Abadi cengengesan, menampilkan wajah tanpa dosanya.
"Ihhh! Kalau jambak muka orang dibolehin, gue udah jambak habis muka Lo!!" kesal Kiara, ia seperti sudah berekspektasi tinggi akan diajak ta'aruf oleh lelaki di sampingnya itu.
"Bukannya Jambak itu berlaku pada rambut?" tanya Abadi dengan polosnya.
"Terserah! Gue pengennya Jambak muka Lo!"
"Kok Lo marah? Kenapa?"
"Nggak! Gue nggak marah!!" Kiara mengalihkan pandangannya dari lelaki itu.
"Jangan bohong. Nanti hidung Lo mancung kek Pinokio mau?" goda Abadi.
"Gak papa mancung kek Pinokio, daripada pesek kayak Lo!" Kiara tetap bersikukuh tak ingin melihat wajah Abadi yang sudah tersenyum nakal, hendak menjahili Kiara lagi.
"Tuh kan Lo bohong." Abadi menatap dalam ke arah Kiara, meskipun ia hanya dapat melihat kepalanya yang ditutupi oleh jilbab.
"Lo marah kenapa? Hm?" Abadi berujar pelan, bak semilir angin yang berhembus menelusup ke wajah.
Kiara tak dapat menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Jantungnya berdegup berkali-kali lebih cepat. Keadaannya seakan porak-poranda hanya dengan mendengarkan suara halus Abadi yang berujar pelan dengan deep voice-nya.
Kiara tak membalas. Ia hanya sibuk menetralisir perasaannya yang kacau balau karena Abadi.
"Lo marah karena ucapan gue tentang ta'aruf itu?" Abadi menerka.
Kiara hendak mengangguk untuk mengiyakan. Tapi lain hati lain tindakan. Meskipun hatinya berucap iya tapi tindakannya sangat pandai memanipulasi. Kiara menggeleng cepat.
Walaupun belum lama ia dekat dengan Kiara, tapi ia tahu. Abadi tahu kalau sekarang Kiara berbohong padanya. Abadi tersenyum, lengkungan di bibirnya menambah menawan akan wajahnya.
"Maafin gue. Gue beneran nggak tau tadi kalau ta'aruf artinya kita saling mengenal untuk menikah." Abadi menjeda sejenak.
Dalam jeda kalimat itu, Kiara memberanikan diri untuk berbalik. Mencoba menatap manik mata Abadi untuk mencari ketulusan di dalamnya, dan Kiara menemukannya.
"Lo sekarang jujur, Ra. Kalau gue beneran ajak Lo ta'aruf gimana? Lo bakalan nerima?"
"Gue tadi udah bilang, ta'aruf itu perlu persiapan yang matang," jawabnya.
"Kalau nanti gue ajak ta'aruf... Lo bakalan mau?"
Jantung Kiara sudah tak terkontrol lagi. Tubuhnya terasa panas dingin. Entah kenapa ia bisa terjebak dalam suasana seperti ini.
"Lo... Serius sama ucapan Lo?" tanya Kiara pelan.
Abadi mengangguk mantap. "Iya. Tapi untuk sekarang, gue nggak berani ajak Lo ta'aruf. Karena gue tau Lo itu punya pendirian yang teguh, nggak mau menikah sebelum sukses, sebelum membahagiakan kedua orang tua. Dan gue juga nggak mau jadi lelaki yang cuma modal di mulut aja, gue harus persiapin segalanya dulu sebelum ajak Lo ta'aruf. Salah satunya menyiapkan materi berupa uang, agar bisa nafkahin Lo nantinya."
Tidak, Kiara sedang tidak baik-baik saja sekarang.
Abadi menggigit bibir bawahnya. Ia tampak sedikit gugup.
"Gue pengen jujur sama Lo, Ra. Jujur sebelum terlambat." Abadi menarik nafas panjang. Menyiapkan nyalinya untuk mengatakan sesuatu. Ia harus mengatakannya sekarang, ini adalah kesempatan yang tepat. Untuk kemarin, ia terpaksa berbohong pada Arga untuk menjaga perasaan lelaki itu, tapi sama saja dengan membohongi dirinya sendiri. Dan sekarang adalah saat yang tepat untuk mengungkapkannya.
"Allah tidak melarang hamba-Nya untuk mencintai seseorang, 'kan?" tanya Abadi.
Kiara mengangguk kecil.
"Dan sekarang, gue sedang melakukannya."
Tidak, Kiara sudah tidak dapat berbicara lagi.
"Gue mencintai salah satu Hamba-Nya."
Pandangan Kiara tak lepas dari manik mata lelaki itu. Manik mata yang penuh akan sarat ketulusan.
"Maaf, Ra. Gue cinta sama Lo."
❄️TBC.
HAIIIII🤗
Akuu kembalii wkwk😘
Btw part ini part terrrrrr🔥 sih menurutku😭 jujur aku deg"an bangettt woyyyy pas nulisnyaaa😭😭😭 aaaaa jadi pengen teriakkkkk😭
Maap ya wakk kalau feel-nya ga nyampe, tapi di aku ini nyampe bangettt wkwk😭😭Oh iya, btw part ini agak pendek yaw wkwk 🤣
Jan kupa voment-nya ❤️
Iluvu💜
Seeyou💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Abadi [LENGKAP]
Teen FictionLembaran kisah Abadi, laki-laki rapuh yang berlagak paling kuat. WARNING!!! If you have entered into an ABADI story, then it is difficult for you to get out of this extraordinary story. (Jadi, sebelum membaca, siapin emosi aja dulu. Hehehe-,-) *Imag...