❄
"Dasar anak nggak tau diri! Kamu apain anak saya sampai babak belur begitu?!"
Ya, Abadi sudah menduga ini akan terjadi.
Dimas menatap Abadi dengan tatapan tajamnya. Sementara Abadi hanya santai saja membalas tatapan Ayah-nya. Ia seperti sudah terbiasa akan hal itu.
Dimas mendekat ke arah Abadi, hingga jarak yang mereka ciptakan hanya beberapa jengkal. "Sudah untung saya menyekolahkan kamu di sana. Ternyata ini balasan kamu!"
"Yah, dia yang duluan," ucap Abadi membela diri.
"Jadi kamu menyalahkan anak saya?!" Dimas mengangkat kerah seragam Abadi. "Dasar anak haram!"
Abadi tak bersuara. Ia hanya diam sambil menatap Ayah-nya penuh akan sorot kerapuhan.
"Kamu mau apa supaya kamu tidak menyakiti anak saya lagi? Kamu mau uang? Akan saya kasih sebanyak yang kamu mau! Asalkan kamu jangan menyakiti anak saya lagi!" kecam Dimas sambil mengeratkan cengkraman pada kerah seragam lelaki itu.
"Abadi nggak butuh uang, Yah. Abadi hanya butuh satu hal. Abadi butuh kasih sayang Ayah," lirih Abadi parau. Kalimat singkat itu mampu melukai hatinya sendiri, rasanya tidak mungkin mendapat kasih sayang dari seseorang yang sangat ia sayangi itu.
"Apa kamu bilang? Kamu butuh kasih sayang dari saya? Heh! Anak haram seperti kamu itu tidak pantas mendapat kasih sayang!"
Deg.
Seperti ada sesuatu yang menyengat di hatinya. Matanya memerah, rasa sakit yang ia rasakan semakin bertambah.
"Yah, Abadi juga manusia. Abadi juga ingin kasih sayang dari Ayah. Abadi ingin ngerasain gimana rasanya mendapat kasih sayang dari Ayah."
Bugh!
Sebuah pukulan keras melayang begitu saja mengenai wajah Abadi, hingga lelaki itu jatuh tersungkur. Dimas yang baru saja melakukan serangan itu menatap Abadi penuh amarah.
"KEHADIRAN KAMU TIDAK DIINGINKAN DI DUNIA INI!" teriak Dimas penuh emosi.
Air mata lelaki bertubuh jangkung itu luruh begitu saja ketika mendengar ucapan Ayah-nya barusan. Ternyata ia sangat dibenci di dunia ini. Bahkan kehadirannya pun tidak pernah diinginkan.
"AYAH! ARGA MAU AYAH KE SINI!" teriak Hana dari lantai atas. Tempat kamar Arga berada.
"Kehadiranmu membawa petaka bagi keluarga saya!" desis Dimas sesaat sebelum ia pergi ke kamar Arga.
Abadi merutuki dirinya sendiri. Kenapa ia dilahirkan kalau ia tidak diinginkan? Kenapa ia diciptakan kalau ia hanya mendapat kesengsaraan di dunia? Kapan rasa bahagianya hadir?
Lelaki itu mengusap air matanya kasar. Setelah itu, ia melangkahkan tungkai lemasnya ke lantai atas. Langkahnya terhenti ketika ia sudah sampai di depan pintu berwarna cokelat itu. Pintu kamar itu tidak tertutup sempurna, ada sedikit celahan sehingga lelaki itu mampu melihat apa yang terjadi di dalam sana. Sebuah keluarga harmonis yang sedang memberikan kasih sayang satu sama lain. Yang selalu membuat hati Abadi menjerit iri ketika melihatnya.
Ia kembali mengusap air matanya kasar yang entah sejak kapan jatuh membasahi kedua pipinya. Ia pun berlari kecil menuju lantai bawah, tempat kamarnya berada. Kamar tidur yang terletak di samping dapur, hampir bisa disebut dengan gudang. Kamar tidur yang sangat jauh berbeda dari kamar tidur saudaranya-Arga.
Tubuh lelahnya ia baringkan di atas tempat tidurnya. Ia menatap langit-langit kamarnya yang gelap. Kamar tidur Abadi memang tidak dilengkapi lampu. Abadi memang tidak diberikan fasilitas apa pun oleh Dimas. Jika Abadi ingin, maka Abadi harus mencarinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abadi [LENGKAP]
Novela JuvenilLembaran kisah Abadi, laki-laki rapuh yang berlagak paling kuat. WARNING!!! If you have entered into an ABADI story, then it is difficult for you to get out of this extraordinary story. (Jadi, sebelum membaca, siapin emosi aja dulu. Hehehe-,-) *Imag...