❄
Seorang pemuda yang tengah tertidur di teras rumahnya perlahan membuka matanya ketika ia merasakan sinar matahari menerpa tubuhnya. Keningnya berkerut dalam seperti tengah menahan rasa sakit. Kepalanya masih terasa berat.
Perlahan, ia berusaha bangkit dari tidurnya. Tangannya bertumpu pada dinding untuk menahan berat badannya. Ia kemudian membuka pintu utama rumahnya yang sudah tidak terkunci lagi.
Abadi sudah menduga kalau Dimas, Hana, dan Arga pasti sudah berangkat. Abadi memutuskan untuk tidak sekolah hari ini, ia lebih memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya di kamar. Ia sudah lelah, lelah fisik dan mental. Bahkan luka memar di wajahnya saja belum tersentuh obat sedikitpun.
"Assalammu'alaikum...!"
Abadi yang tengah beristirahat di kamarnya mendengus kesal ketika mendengar suara seseorang dari luar rumahnya. Dengan raut wajah kesal, ia berjalan dengan perlahan ke arah sumber suara.
Ketika sampai di depan gerbang, Abadi segera membukanya.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Abadi.
"Bad, muka lo kenapa?!" Kiara histeris melihat wajah Abadi yang penuh dengan luka lebam.
Abadi mendengus. "Ngapain lo ke sini?"
"Gue disuruh sama Bu Bertha buat mastiin kenapa lo nggak masuk sekolah," jawab Kiara.
Bukannya membalas ucapan Kiara, Abadi malah berbalik dan masuk ke rumahnya begitu saja.
"Bad, tunggu!" Kiara langsung mengikuti Abadi.
Abadi duduk di sofa ruang tengah rumahnya, ia memijat pelipisnya pelan.
Kiara membuka pintu lebar-lebar, gorden, bahkan jendela rumah lelaki itu.
"Ish! Silau! Ngapain dibuka sih?!" Abadi menggerutu sambil menutup matanya karena silau.
"Takut ada fitnah," jawab Kiara apa adanya.
"Fitnah apaan?"
"Fitnah yang tidak diinginkan!"
"Maksud lo yang---"
"Ish! Jangan bahas itu! minggiran dikit!" potong Kiara cepat. Ia tidak ingin membahas tentang itu lebih jauh lagi.
Dengan pasrah, Abadi menggeser sedikit tubuhnya. Kiara ikut duduk di sofa yang di sebelahnya.
"Oh iya, lo nggak punya obat? Maksud gue P3K?" tanya Kiara.
Abadi menunjuk sebuah kotak kecil yang ada di samping lemari etalase. Dengan cepat, Kiara mengambil kotak itu dan duduk di dekat Abadi.
"Gue obatin," ucap Kiara sambil membuka kotak itu dan memilih obat yang tepat.
"Gak usah!"
"Jangan nolak!"
Kiara mulai mengobati luka Abadi. Tangannya yang bersentuhan dengan wajah Abadi turut terasa hangat.
"Lo demam?" Kiara bertanya pelan.
Abadi mengangkat kedua pundaknya acuh. "Gatau."
Kiara menghela nafas pasrah. Ia harus bisa memahami Abadi. Abadi memang begitu, ia tidak peduli pada dirinya sendiri. Bahkan ia sakit atau tidak, ia sendiri tidak tahu.
"Udah. Lo kenapa bisa memar gini?" tanya Kiara sambil membereskan obat yang dipakainya mengobati luka Abadi.
"Berantem," jujur Abadi.
Kiara menghela nafas panjang. "Makanya, jangan suka berantem!"
"Lo kok mau-maunya sih disuruh Bu Bertha?" tanya Abadi mengalihkan pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abadi [LENGKAP]
Genç KurguLembaran kisah Abadi, laki-laki rapuh yang berlagak paling kuat. WARNING!!! If you have entered into an ABADI story, then it is difficult for you to get out of this extraordinary story. (Jadi, sebelum membaca, siapin emosi aja dulu. Hehehe-,-) *Imag...