**
Kiara terus berdiam diri di kelasnya walaupun sudah memasuki jam istirahat. Maya yang sedari tadi menemani Kiara pun terlihat mulai bosan.
"Ra, ke kantin yuk! Bosen banget gue di sini. Lagian ini 'kan hari ulang tahun lo, seharusnya lo seneng kan, kok malah murung."
Benar kata Maya, ini hari ulang tahunnya, kenapa ia merasa ada yang janggal?
"Lo duluan aja ke kantin," lirih Kiara pelan.
"Yaudah deh, lo mau apa?" tawar Maya.
Kiara menggeleng pelan dengan pandangan lurus ke depan. "Gak ada."
"Nasi goreng satu sama es teh manis satu!" Setelah mengucap kalimat itu, Maya segera bergegas ke kantin.
Kiara menghela nafas panjang, perasaannya sangat cemas sekarang. Entah apa yang menyebabkannya seperti itu. Apakah karena hari ini adalah hari ulang tahunnya?
Kiara mengusap wajahnya gusar, ia melirik jam dinding kelasnya, baru menunjukkan pukul 9:15. Jam masuk kelas masih terbilang lama dan itu adalah waktu yang baik untuk melaksanakan sholat dhuha. Kiara bangkit dari duduknya, sesuatu yang familiar baginya tba-tiba terasa keluar dan membasahi rok abunya. Ia menoleh ke belakang, dan benar saja. Rok abunya di bagian belakang tampak berubah warna menjadi merah gelap.
"Aihh!" kesal Kiara merutuki dirinya sendiri. Ia sangat sering melupakan jadwal kedatangan tamunya.
Kiara segera mengotak-atik isi tasnya, berharap kalau ada sebuah roti jepang yang terselip di dalam tasnya. Hari ini Kiara terdeteksi tidak seberuntung itu. Kiara mengambil handphone-nya, berniat untuk menghubungi Maya untuk membelikannya roti jepang di kantin atau di kopsis. Namun belum saja ia menekan tombol telpon pada nomor Maya, seseorang datang menghampirinya.
Kiara bergeming di tempat, ia merasa..kikuk.
Seseorang itu melepas kardigan navy yang ia kenakan dan langsung melilitkan kardigannya di pinggang Kiara sehingga noda darah itu tertutupi. Dia adalah Desya yang sedari tadi menatap Kiara secara diam-diam dari bangkunya.
Kiara kaget bukan main ketika tangan Desya dengan santia melilitkan kardigan miliknya pada pinggang Kiara. Desya mengambil sesuatu dari dalam sakunya. "Nih, pembalut."
Dengan ragu, tangan kanan Kiara terangkat untuk mengambil pembalut pemberian Desya. "Ma..makasih." Kiara berucap lirih.
Desya menarik kedua ujung bibirnya, membentuk sebuah senyuman. "Ingat, Ra. Gue selalu bawa pembalut itu setiap hari meskipun gue lagi nggak datang bulan. Karena gue tau banget kalau lo itu suka lupa bawa pembalut cadangan."
"Des.." cicit Kiara.
"Kita masih sahabatan, 'kan?" ucap Desya dengan suara parau.
Kiara mengangguk cepat, ia langsung menarik Desya ke dalam pelukannya. "Best friend, forever."
Desya membalas pelukan Kiara, ia seperti menumpahkan semua bebannya yang selama ini ia pikul selama berpisah dengan Kiara. "Ra, maafin gue. Gue banyak salah sama lo. Maafin gue, Ra. Maaf.. gue bener-bener hiks..." Desya meluruhkan pertahanannya, ia tak mampu menahan tangisnya lagi.
"Des! Yang lalu biarlah berlalu. Manusia itu tak luput dari kesalahan. Dan itu bukan karena kesalahan lo doang, tapi kesalahan gue juga. Maafin gue, Des. Gue juga punya banyak salah sama lo.." Kedua sahabat itu melepaskan pelukannya, dan saling menatap satu sama lain.
"Persahabatan itu nggak bakalan awet kalau nggak ada cobaannya. Allah membri kita ujian persahabatan supaya lebih mengokohkan hubungan persahabatan kita lagi,"ucap Kiara diiringi dengan air matanya yang luruh.
Desya mengangguk mantap. "Oh oiya, Ra. Gue hampir lupa, tunggu!" desya mengusap air matanya cepat dan segera ke arah bangkunya. Ia mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
"Happy birthday, Ra," ucap Desya sambil menyerahkan sebuah kotak kecil berwarna pink dengan pita berwarna senada di atasnya.
Kiara melirik kotak kecil itu dan beralih menatap Desya, ia tak menyangka kalau Desya masih mau memberikan hadiah ulang tahun untuknya.
"Ambil, Ra," ujar Desya ketika ia masih tak melihat tangan Kiara bergerak untuk mengambil hadiah pemberiannya.
Tangan kanan Kiara dengan pelan terangkat, mengambil kado pemberian sahabatnya.
"Lo bisa buka sekarang."
Kiara mengangguk, ia langsung membuka kotak itu dengan hati-hati. Tak butuh waktu lama, Kiara dapat melihat isi dari kotak kecil itu. Kiara menutup mulutnya dengan sebelah tangannya penuh haru, rupanya Desya masih menyimpan foto polaroid yang ada sejak hampir 2 tahun yang lalu. Saat itu Desya sedang berulang tahun dan Kiara menghadiahkan sebuah kamera fujifilm instax square SQ6 untuk Desya, dan pada saat itu juga mereka berdua mengambil foto bersama.
"Des, lo.. masih simpan ini? Aaaa gue suka bangeet!" seru Kiara sambil terus melihat foto-foto itu dengan ekspresi bahagianya.
"Coba buka sisi satunya lagi."
"Ada?" tanya Kiara, dengan polosnya ia mengecek sisi lain dari kotak kecil itu. Ia langsung membukanya. "Waahh gelang, bagus banget aaaaaa thank youu!"
Kiara melompat-lompat kecil dengan girang lalu memeluk sahabatnya.
"Hehe, iya sama-sama. Dipake dulu dong gelangya, nih gue udah pake." Desya menunjuk pergelangan tangan kirinya yang dilingkari dengan gelang berwarna biru tosca, persis seperti gelang yang ada di dalam kotak itu.
"Okaay!" Kiara berseru.
"Sini, gue pakein!" Desya meraih tangan kiri Kiara dan segera memakaikan gelang persahabatan itu.
"Cantik bangeet! Thank you so much!" seru Kiara lagi. "Ini yang satu lagi buat siapa?" tanya Kiara ketika melihat satu gelang lagi yang tersisa di dalam kotak.
"Buat.."
"Ra, sorry banget gue lama! Antrean di kantin rame banget!"
**
"Jadi ayah kalian rekan kerja," ucap Kiara akhirnya.
Suasana koridor tampak lengang karena karena sebagian besar murid menghabiskan waktu istirahat mereka di kantin. Desya dan Maya menemani Kiara untuk memasang pembalutnya di kamar mandi, dan sekarang mereka tengah dalam perjalanan menuju kelas.
Maya mengangguk, "Iya." Di pergelangan tangan Maya tampak sebuah gelang berwarna biru tosca, rupanya satu gelang itu diberikan untuk Maya.
"Oh iya, May.. tahu bulat yang lo kasih kemarin itu enak banget! Thanks yaa!" seru Desya.
"Hehe okay!" Maya mengacungkan kedua jempolnya.
Desya memperlambat langkahnya, Kiara dan Maya pun dengan kompak ikut memelankan langkahnya.
"May, thanks ya, lo selalu ada buat Kiara disaat gue tinggalin dia," cicit Desya.
"Des! lo sama sekali nggak pernah ninggalin gue! Dulu itu cuma jarak aja yang ada di antara kita," sanggah Kiara.
"Guys! Sebaiknya kita cepetan ke kelas deh, ini udah mau masuk dan nasi goreng yang gue beli tadi belum kita makan!" Maya berjalan lebih dahulu, tidak lebih tepatnya ia berlari kecil menuju kelasnya.
Kiara dan Desya saling pandang sejenak, keduanya tersenyum dan berlari menyusul Maya.
TBC.
Haii haiii aku update xixixi:)
Akhirnya Desya sana Kiara baikan juga yaa^^
Fyi, di part ini khusus membahas tentang persahabatan antara mereka ya guys! Jadi buat yang tanya kenapa Abadi ga nongol di part ini yaa karena itu xixi><
Jangan lupa voment-nya<3
iluvu<3
Seeyou.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abadi [LENGKAP]
JugendliteraturLembaran kisah Abadi, laki-laki rapuh yang berlagak paling kuat. WARNING!!! If you have entered into an ABADI story, then it is difficult for you to get out of this extraordinary story. (Jadi, sebelum membaca, siapin emosi aja dulu. Hehehe-,-) *Imag...