'lie'

1.8K 206 27
                                        

Seorang pria lengkap dengan setelan jas mahal yang melekat ditubuh tegapnya tampak berjalan memasuki kamar apartemen sembari memegang sebuah amplop ditangannya.

"Tidak lupa dengan perjanjian kita bukan?"

Pria yang sedari tadi duduk dikursi sembari membaca koran langsung melirik kesamping,dimana seorang pria berdiri dengan sorot tajam mengarah padanya,"mereka sudah mulai mencurigai kita,Apa kau yakin bisa melanjutkannya?".

Pria dihadapannya tampak terkekeh lalu melemparkan sebuah amplop yang sedari tadi ia pegang keatas meja,"Mereka curiga tapi tidak akan melakukan apapun untuk sementara waktu,karna itu kita harus bergerak cepat".

"Hentikan saja,aku tidak bisa melakukannya-"

Braakk!

Pria yang duduk disofa itu kini tersungkur dilantai sembari memegangi perutnya,menatap pria yang berdiri dihadapannya dengan tatapan tajam,"Aku tidak bisa melakukannya,kau lakukan saja sendiri! Mereka terlalu ba-"

"Jangan munafik sialan!kau menginginkan wanita itu sejak awal, bahkan sudah merencanakan semua ini jauh sebelum aku menghubungimu",ujarnya seraya berjongkok dan menarik kerah kemeja yang dikenakan pria dihadapannya,membuat pria itu kembali meringis,"Jika kau tidak melakukannya,kita sama-sama mati!", Desisnya tajam,kemudian mendorong kuat tubuh pria yang kini kembali membentur meja dengan sangat kuat.

"Bawa dia bersamamu kemanapun kau pergi,jangan coba-coba kabur dariku karna aku selalu bersamamu setiap saat",ujarnya dengan nada rendah namun penuh peringatan," jangan menyentuhnya bajingan! karna aku selalu mengawasimu".

***

Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini
hari,tapi ketiga prince kini masih berada dibar dengan masing-masing gelas berisi bir ditangan mereka.

"Sudah menemukan apa yang kau cari?"

Aren menggelengkan kepalanya dengan tatapan lurus kedepan,"Aku tidak menemukannya dimanapun", ujarnya lalu meneguk habis segelas bir ditangannya.

"Yang tidak boleh ada didalam peperangan adalah rasa simpati", Araster meminum bir miliknya sembari melirik kearah Aren yang berada didepannya,"Jika kau mengasihani musuh,maka kau kalah", lanjutnya dengan raut datar.

Aric berdehem, meneguk habis segelas bir yang sedari tadi ia pegang setelahnya melirik kedua pria dihadapannya secara bergantian,"Aku percaya mom masih hidup", ujarnya,membuat Aren dan Araster yang sedari tadi saling menatap mengalihkan pandangan mereka kearah Aric.

"Kau percaya Valeenz?"

"Aku tidak percaya padanya,aku hanya percaya dengan apa yang kulihat",sahut Aric dengan raut tenang,membuat Aren mengerutkan alisnya begitu juga dengan Araster.

"Jadi,kau mengetahui sesuatu yang tidak kami tau,hm?"

Aric menghidupkan sebatang rokok milik Araster lalu menghisapnya perlahan,menghembuskan asapnya dengan tenang sebelum berbicara,"keadaan Valeenz jauh lebih baik sehari setelah pemakaman mom,apa kalian tidak menyadarinya? Itu semua terlalu tidak masuk akal Brat,saat anjing peliharaannya mati Valeenz mengurung diri selama seminggu dan menjadi pendiam selama sebulan,bahkan aku memergokinya menangis diam-diam selama tiga hari berturut-turut".

"Kau menyamakan kematian mom dengan seekor anjing?!"

Aric menatap malas kearah Araster yang kini memberikan tatapan tajam padanya,"Ckk,kau tidak sebodoh itu sehingga tidak mengerti maksud dari ucapanku",desisinya dengan wajah jengkel.

Bratva's MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang