"Heroin permintaan mu sudah dalam perjalanan", Bratva meneguk secangkir kopi ditangannya, lalu menyandarkan tubuh pada kursi pesawat yang ia duduki. Kini pria itu sedang dalam perjalanan menuju Meksiko.
"Sure, senang bekerjasama dengamu", ujarnya lalu memutuskan sambungan telfon.
"Maaf, tuan".
"Hm?"
"Columbia meminta lebih dari biasanya,dan Been ingin menemui Tuan secara langsung".
Bratva tampak memijat pelipisnya pelan, "Apa kau pernah melihatku menemuinya secara langsung?",tanyanya dengan sebelah alis terangkat.
"Maaf, tuan. Saya akan mengkonfirmasi ulang pada anak buahnya", ujar pria berpakaian serba hitam yang tak lain adalah anak buah Bratva.
***
"Semprotkan secara merata", ujar Araster yang diangguki anak buahnya.
Ketujuh prince's kini sedang berada dikawasan Abart high school, untuk menjalankan aksinya. Sementara Ailen dibiarkan tinggal seorang diri dirumah, dengan penjagaan yang super ketat dari beberapa anak buah kepercayaan Bratva's Fams.
"Kita mulai jam 12 tepat, jadi jangan terburu-buru", ucap Axel menambahi.
"Lewat sini, baby", suara Aric terdengar sangat lembut, tidak seperti biasanya.
"Kau membawanya?", tanya Azka sengit saat melihat kembarannya datang dengan seorang gadis yang sangat ingin dia musnahkan.
"Kau hanya perlu mengatakan pada ayahmu, bahwa kau telah membuat kesalahan besar karna sudah berani menyentuh aset berharga milik BRATVA'S FAMS", Aric tersenyum tipis seraya mengelus pipi gadis yang berdiri disampingnya dengan sorot ketakutan, "Ayahmu seorang Mafia? Dan sekarang sedang menjadi buronan NYC, jika aku menaikkan kasusmu kehadapan publik maka identitas keluargamu akan terungkap. Dan ayahmu akan tertangkap, honey", lanjutnya dengan seringaian tipis.
Olivia, gadis itu hanya bisa mengangguk patuh. Tidak ada pilihan lain, karna jika dia tidak melakukan apa yang pria ini katakan dapat dipastikan dirinya akan berakhir membusuk dipenjara, terlebih pria ini mengancam akan menghabisi adik laki-lakinya yang kini bersekolah di Italia dan membuat keluarganya kehilangan kekuasaan.
Olivia tidak tau darimana mereka mengetahui latar belakang keluarganya yang bahkan tidak ada satupun orang tahu atau sekedar ingin mencari tahu, mengingat siapa ayahnya. Tapi ketujuh pria ini sepertinya sangat mudah mendapatkan apa yang mereka inginkan, bahkan informasi pribadi keluarga seorang Mafia besar yang tertutup rapat.
"Jef, bawa dia pergi", perintah Aric pada salah satu anak buah ayahnya yang ikut serta dalam misi mereka pada malam ini.
"Baik, Tuan muda".
"Ahhh, rasanya aku juga ingin membakar tubuhnya hidup-hidup", ujar Gafrieel disertai suara tawa yang menggelegar.
"Kuanggap itu hanya candaan, Gaf", ucap Valeenz menambahi, dengan fokus tidak beralih dari layar ponsel ditangannya.
"Bukankah Gafrieel memang terkenal dengan candaan mematikannya?".
Mendengar ucapan Aren membuat semuanya tertawa,tidak terkecuali Araster. Pria itu duduk dengan sebatang rokok yang ia jepit disela jari tangannya. Sementara Azka tidak hentinya meneguk sebotol minuman beralkohol yang sedari tadi ia tenteng.
"Bugatti La Voiture Noire"
Semuanya serempak menoleh kearah Axel yang dengan tiba-tiba menyebutkan merk mobil termahal no.1 didunia.
"Apa kau sedang merapalkan mantra agar bisa membelinya?", Tanya Aren tidak habis pikir, Axel memang penggila mobil mahal jadi tidak diherankan jika pria itu tiba-tiba menyebutkan merk mobil yang bahkan tidak diketahui oleh saudaranya yang lain.
"Aku ingin membelinya", ujar Axel santai.
Valeenz mendengus malas,"Kau baru saja membeli Lamborghini Sian seharga 53 miliar, Axe! sadarlah, sedikit lagi kau akan menguras habis seluruh harta keluarga kita", ucapnya mengingatkan.
"Berapa harganya?", Araster bertanya setelah lama mengamati.
"Apa?".
"Ckk, mobil yang kau mau".
"Kenapa? kau mau berbaik hati dengan menyumbangkan sedikit uangmu padaku? Harganya tidak semahal itu,dude. Hanya 278,3 miliar", seru Axel antusias, membayangkan dirinya akan memiliki mobil impiannya itu sungguh membuatnya sedikit melupakan kekesalannya pada orang yang telah mengganggu adik perempuannya, tapi ingat! Hanya sedikit, karna selebihnya Axel ingin menendang gadis itu ke kobaran api.
"Fuck you, man!!!", teriak Azka setelah mendengar harga yang Axel ucapkan. Uang sebanyak itu digunakan hanya untuk membeli sebuah mobil? Yang benar saja, lebih baik dipakai untuk membeli perusahaan MC Donald,mengingat Azka sangat menyukai makanan dari sana.
"Sepertinya aku bisa meniduri wanita-wanita virgin dari semua club di Las Vegas dengan uang itu", ucap Aric dengan tampang terlewat santainya.
"Damn it! Otakmu hanya dipenuhi oleh wanita-wanita jalang", desis Valeenz tidak suka.
"Jika mom tau hobi mu yang satu itu, ku pastikan kau tidak akan selamat Ric". Ucapan Gafrieel seketika membuat Aric bergidik ngeri, membayangkan amukkan momnya saat mengetahui dirinya selalu meniduri wanita setiap kali pergi ke club, bisa dipastikan itu lebih mengerikan dari kemarahan Bratva.
"Permisi Tuan, 3 menit lagi tepat pukul 12 malam", ujar seorang pria yang diperkirakan usianya dipertengahan 50tahun, salah satu anak buah Bratva yang bertugas menjalankan semua perintah dari ketujuh prince's.
"Okey, kita keluar sekarang!.
7 prince's Bratva berjalan dengan angkuhnya diikuti beberapa pria bertubuh tegap dibelakang mereka. Araster memainkan korek api ditangannya sembari berjalan menuju pintu utama gedung sekolahan.
"The end", Araster tersenyum miring seraya melemparkan korek api yang sudah ia nyalakan kesembarang arah.
Perlahan kobaran api menyebar dan bertambah tinggi, membakar habis rerumputan dan perlahan merambat ketembok gedung. Kenapa bisa begitu cepat terbakar? Jawabannya karna Bratva mengirimkan sebuah helikopter untuk menyemprotkan minyak dan zat-zat yang bisa dengan mudah terbakar sehingga tidak butuh waktu lama untuk api melahap gedung besar 3 tingkat itu.
"Tidak ada yang bisa menyentuh aset berharga milik BRATVA'S FAMS", ujar Aric setelah mereka berada didalam mobil.
"Club?", tanya Azka yang langsung diangguki semuanya.
"Ahh, Aku merindukan para jalangku".
"Shit! Sejak kapan kau menjadi penggila barang bekas?", Sarkas Aren seraya bergidik ngeri, membuat Aric yang kini menatapnya hanya bisa mendengus.
Drrttt! drtttt!
"Siapa?", tanya Axel yang melihat ponsel Araster berdering.
"Halo?"
"Ailen tidak bisa tidur,bisa kalian pulang dan bacakan dongeng?".
Ketujuh prince's itu serempak menghela nafas setelah mendengar ucapan dari sebrang telfon yang volumenya memang sengaja dibesarkan oleh Araster. Bukan hal baru jika Ailen meminta saudara laki-lakinya membacakan dongeng, karna dirinya sering kali susah tidur jika ibunya tidak berada dirumah.
"Okey man, no club for tonight", ujar Aric pasrah.
"Queen is our priority", ucap Azka menambahi yang langsung mendapat anggukan dari keenam saudaranya yang lain.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Bratva's Mafia
AcciónTidak menyediakan spoiler. /Prince's and Princess BRATVA'S/