"Sudah berapa lama dia mengkonsumsi obat ini?"
Axel terdiam untuk beberapa saat,"Aku tidak tau,karna itu bukan obat yang kuberikan padanya",ucapnya pada akhirnya.
Gafrieel mengusap wajahnya gusar,begitu juga dengan Valeenz dan Aren yang tampak sangat khawatir. Sementara Azka,pria itu tidak mengatakan apapun selain ya dan tidak,itupun jika psikiater kenalan Valeenz bertanya.
Sejak kejadian dimana Azka melihat dengan mata kepalanya sendiri apa yang dilakukan Ailen pada salah satu pelayan dimansion,sejak saat itu juga dia berhenti berbicara atau sekedar berekspresi. Hingga akhirnya, Valeenz menyarankan untuk membawa Ailen menemui seorang psikiater terbaik dieropa,yang merupakan temannya saat menduduki bangku SMA.
Flashback on.
Azka sontak mengalihkan atensinya pada seorang pria yang tampak berlari keluar dari lift,pria itu mendekati pelayan yang sudah terbujur kaku dilantai,membungkus tubuhnya dengan kain berwarna biru tua,lalu menggendong tubuh wanita itu menuju tangga yang berada diujung lorong lantai 2,tangga yang terhubung langsung dengan taman belakang.
Sementara gadis dihadapannya tidak memberikan respon apapun,membuat bulu kuduk Azka meremang,terlebih tatapan polos itu kini tertuju pada dada kirinya.
"Aku bisa mendengar detak jantungmu"
"A-a ap... Ap apa yang b-baru saja... Kau lakukan?"
"Aku berdiri dihadapanmu sedari tadi,tidak melakukan apapun?",ujar gadis itu dengan wajah tenang,tangannya yang berlumuran darah tampak bergetar hebat,membuat Azka yang tidak sengaja melihatnya memejamkan kedua matanya rapat.
"Kau takut padaku? Hiks... A-aku... Aku tidak melakukan apapun hiks..."
Mendengar suara isakan itu entah mengapa berhasil membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya,Demi Tuhan!Azka tidak mengenali suara tangisan itu,semua yang ada pada gadis ini sangat asing baginya.
"Queen!"
"Axe! Hikss... Aku melihat kau membunuhnya", ucapnya disela isakan,lalu berlari dan langsung memeluk pria yang baru saja menginjakkan kaki dianak tangga paling atas.
Axel melirik kearah Azka yang terduduk dilantai dengan tatapan nyalang,menghela nafas beberapa kali sebelum akhirnya memegang erat kedua bahu mungil yang kini bergetar karna sang empunya menangis.
"Aku tidak bisa melindungimu,lagi. Sudah cukup semua permainan yang kau lakukan selama ini,kembali pada dirimu sendiri ai!", sentaknya dengan tatapan tajam mengarah pada gadis dihadapannya,membuat yang ditatap menyipitkan mata dengan sudut bibir yang sedikit terangkat.
"Bukankah kau sudah berjanji? Apapun yang ku lakukan,itu semua ulahmu,dan selamanya akan tetap begitu? Lalu,kenapa sekarang memilih berhenti?"
"Kau membunuh–"
"Bukan aku Axe! Tapi kau,kau yang membunuhnya!",pekik Ailen tepat didepan wajah Axel,membuat pria itu memejamkan kedua matanya rapat.
"Apa aku juga harus membunuhmu, agar kau berhenti?"
Sontak keduanya menoleh kearah lift,dimana seorang pria berjalan sembari bersedekap dada. Axel reflek menggelengkan kepala dengan sorot was-was,sementara Ailen hanya menampilkan smirk halus,seolah sangat menikmati apa yang akan terjadi setelah ini.
"Jika begitu, Axe akan membunuhmu terlebih dahulu",jawabnya disertai kekehan.
"Ahhh... Sepertinya aku salah,yang seharusnya dibunuh terlebih dahulu Axe,right? Dengan begitu kau akan kehilangan topeng,dan mau tidak mau harus mengakui semua kesalahanmu",ucap pria itu dengan seringain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bratva's Mafia
AcciónTidak menyediakan spoiler. /Prince's and Princess BRATVA'S/