'he'

2.1K 231 36
                                    

"Pasien sudah melewati masa kritisnya,tapi untuk sementara waktu belum boleh dikunjungi. Karna tidak ada lagi yang perluasan saya sampaikan,saya permisi dulu",ucap dokter wanita yang mungkin seusia Yoona sebelum dirinya undur diri dari hadapan kelima pria yang setia duduk didepan ruang UGD sejak 5 jam yang lalu.

"Sekarang apa yang akan kau katakan pada dad?"

Azka menghela nafas lalu mengusap wajahnya gusar,sementara Araster hanya memperhatikan gerak-gerik pria itu sembari bersedekap dada.

"Tidak ada yang akan membelamu disini,Gafrieel dan Valeenz yang biasanya bersikap tenang dan selalu menjadi penengah sudah kembali ke Meksiko",ujar Aric dengan tatapan sinis mengarah pada kembarannya.

"Semoga dad tidak murka", gumam Axel sembari menyisir rambutnya kebelakang dengan kedua mata terpejam.

Kelima prince's kini berada didepan ruang UGD,dimana Ailen sedang terbaring lemah didalam sana. Menunggu kedatangan Bratva dengan harapan pria itu tidak melampiaskan kekhawatiran nya pada Azka.

"Ini bukan salah Azka sepenuhnya"

Araster melirik Aren yang kini duduk sembari bersedekap dada dengan pandangan lurus kedepan,"Lalu? Salah Queen? Atau Zeycho?", tanyanya dengan nada bicara sedatar tembok.

"Aku tidak melakukan apapun",ujar zeycho yang baru saja datang saat tidak sengaja mendengar ucapan dari pria yang ia ketahui adalah kakak kedua Ailen.

Aren menyendarkan punggungnya pada sandaran kursi yang saat ini ia duduki,menatap kelima saudaranya secara bergantian sebelum bersuara,"Apa kalian tidak menyadari adanya sebuah kejanggalan disini?",tanyanya.

Aric mengernyit,tidak mengerti dengan maksud ucapan Aren. Namun dia memilih tetap diam,karna sejak awal Aric juga merasa ada sesuatu yang janggal namun tidak berani menyimpulkan apapun.

"Katakan dengan jelas", Axel berucap dengan nada rendah namun penuh penekanan. Kepalanya sudah hampir pecah memikirkan banyaknya masalah yang mereka hadapi dalam waktu kurang dari dua bulan ini.

"Untuk apa Azka pergi menjemput Queen? sedangkan perjanjian awalnya,dad meminta zeycho yang mengantarkan Queen pulang,bukan begitu?", Aren melirik kearah zeycho yang kini menganggukkan kepalanya dengan wajah datar.

Araster mengalihkan atensinya pada Azka,"Siapa yang menyuruhmu menjemput Queen?",tanyanya dengan sebelah mata menyipit.

"Aku mendapat pesan dari anak buah dad untuk menjemput Queen-"

"Untuk apa kau membawa pistol? Bukannya dad tidak pernah mengizinkan kita membawa senjata tajam jika sedang bersama Queen?",potong Aric cepat dengan tatapan mengintimidasi.

"Aku hanya mengikuti instruksi",ujar Azka yang membuat Araster langsung melangkah kearahnya,lalu dengan tiba-tiba merampas ponsel yang sedari tadi berada didalam genggamannya.

Sesaat suasana menjadi hening,semua pandangan tertuju pada Araster yang berdiri didepan Azka seraya menatap layar pipih didalam genggamannya. Hingga akhirnya pria itu tertawa seraya mengusap dagunya pelan.

"Ahh,seseorang berusaha menjebak kita? Kenapa sekarang aku merasa sangat tertantang?",ujarnya dengan seringaian. Melemparkan ponsel ditangannya pada Azka sebelum beranjak pergi.

"Ren"

Merasa namanya dipanggil, Aren mengalihkan pandangannya dari pintu kaca kearah Aric yang kini berdiri tidak jauh darinya,"hm?".

"Apa kau memikirkan apa yang sedang kupikirkan?"

Aren mengedikkan bahu sembari mengangkat sebelah alisnya,kemudian bersandar pada kursi dan memejamkan mata. Membuat Aric menatapnya intens lalu beralih pada Azka yang kini tampak kebingungan,"Jangan mempercayai siapapun mulai saat ini,termasuk aku",ujarnya pelan sebelum memutuskan untuk menyusul Araster yang sudah mencapai ujung lorong.

Bratva's MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang