'distraught'

949 128 29
                                    

Satu minggu setelah Axel divonis mengalami kelumpuhan permanen.

Prangg!

"Argghhh! Fuck!!"

Prangg!

Bratva memejamkan kedua mata seraya memijat pangkal hidungnya pelan. Kemudian berjalan mendekati Yoona yang tengah duduk disofa dengan Azka yang memeluk wanita itu dari samping.

"Apa yang akan kau lakukan,Vin? Membunuh orang yang telah membuat Axe seperti ini? Lalu setelah itu,mereka akan kembali melakukan hal yang sama pada putra kita yang lain",Yoona berbicara dengan tatapan lurus kedepan,enggan membalas tatapan suaminya yang kini tampak putus asa.

"Na,maafkan aku. Ini semua salahku-"

"Kau sendiri tau ini semua salahmu,lantas kenapa terus membiarkan putra-putra kita terlibat dalam masalahmu, Vin?!",potong Yoona cepat dengan nafas memburu,bahkan kedua matanya sudah memerah.

"Mom,tenanglah",ucap Azka lirih. Semakin mengeratkan pelukannya pada perut Yoona.

"Vin,aku tidak membencimu. Tapi apa yang kau kerjakan selama ini membuatku berkali-kali hampir kehilangan anak-anakku. Dan itu sangat menakutkan, Vin! Bahkan lebih menakutkan dari kematianku sendiri",ujarnya dengan bibir bergetar,berusaha keras menahan isakan yang terus mendesak ingin dikeluarkan. Dan tanpa sadar,Yoona meremas kuat lengan Azka yang berada diperutnya.

Bratva menganggukkan kepalanya pelan seraya menunduk,tidak sanggup membalas tatapan istrinya yang menyiratkan begitu banyak rasa sakit,"Kupikir,selama ini aku telah menjadi suami dan ayah yang baik, dengan selalu menyediakan segala sesuatu yang kalian butuhkan. Tidak perduli apakah yang kukerjakan berbahaya,yang terpenting adalah aku bisa menghasilkan banyak uang agar istri dan anak-anakku tidak merasakan kekurangan sedikitpun",sesaat Bratva memejamkan matanya dengan sebelah tangan mengepal.

"Tapi ternyata,akulah penyebab kekacauan yang terjadi dikeluargaku. Bahkan penyebab dari segala rasa sakit dan ketakutan yang harus ditanggung oleh istriku,wanita cantik yang selama ini kuyakini menjalani hari-harinya dengan bahagia",lanjutnya.

Bratva melangkahkan kakinya semakin mendekat kearah Yoona. Kemudian berjongkok dengan kedua tangan meremas lutut wanita itu.

"Maafkan aku na,maafkan aku"

Yoona memejamkan kedua matanya rapat,dan saat itu juga setetes cairan bening mengalir dari sudut matanya.

Prangg!

"Keluar kalian semua!! Arghhhhh! Bajingan".

Ailen menghentikan langkahnya tepat didepan pintu bercat coklat tua yang kini tertutup rapat,membuat Azka yang sedari tadi memeluk Yoona langsung menegakkan tubuhnya.

"Queen"

Bratva dan Yoona langsung mengalihkan atensi mereka pada gadis mungil yang berdiri kaku didepan pintu kamar Axel.

"Princess, kemari nak",ujar Bratva lembut seraya berdiri.

"Ai ingin menemui Axe"

Araster yang baru saja datang langsung menarik pergelangan tangan Ailen,"Kau tidak boleh masuk",ucapnya yang terdengar seperti perintah tak terbantahkan.

Ailen melirik kesamping,mendapati Aric,Gafrieel dan Aren baru saja keluar dari lift. Kemudian beralih menatap Araster yang juga tengah menatapnya dengan sorot tajam,"Hanya aku yang bisa membuatnya tenang", ucapnya yakin, membuat genggaman pada lengannya perlahan mengendur.

"Apa Axe masih tidak bisa ditenangkan?",Gafrieel bertanya seraya mendudukkan bokongnya dikursi kayu yang berada tidak jauh dari pintu kamar Axel.

Aric merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel yang baru ia beli semalam,karna ponsel sebelumnya hilang saat mereka berada diclub,"Val sudah memberikan obat penenang pada perawat yang menjaga Axe,bukan? Apa mereka belum menyuntikannya?", tanyanya dengan fokus tertuju pada layar pipih didalam genggamannya.

Bratva's MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang