'your name'

1.2K 128 45
                                    

Cklek

Ailen membuka pintu kamarnya dengan perlahan, menoleh kekiri dan kekanan untuk memastikan tidak ada siapapun disana,setelah dirasa cukup aman dia langsung melangkah keluar seraya mengendap-endap,persis seorang maling.

"Huuh,aku harus menghindari Aric dan Aren",gumamnya sembari berjalan dengan hati-hati menuju tangga,sesekali melirik sekitar,takut kalau-kalau kedua pria itu muncul secara tiba-tiba.

Ailen menghindari keduanya bukan tanpa alasan,karna kecerobohannya yang lupa mengunci pintu kamar,alhasil Aric dan Aren mengetahui bahwa Ailen tidak berada dirumah terlebih dia melupakan bahwa kedua pria itu seringkali berada diruang cctv saat tengah malam,hanya untuk memastikan bahwa para penjaga bekerja dengan semestinya.

Mengingat kemarahan mereka tadi malam benar-benar membuatnya merinding,terlebih saat Aric menghajar Azka yang mengakibatkan keduanya terlibat dalam baku hantam yang membuat Gafrieel harus turun tangan untuk memisahkan,ahh rasanya Ailen ingin menghilang saat itu juga.

"Aisshh,padahal aku yang memaksa untuk ikut,tapi justru Azka lah yang disalahkan", ucapnya dengan penuh penyesalan

Untuk kesekian kalinya dia menghela nafas gusar saat kembali mengingat bagaimana Azka membelanya tadi malam dan mengatakan bahwa dialah yang memaksa agar Ailen ikut.

Baru saja dia hendak menyentuh gagang pintu dapur,satu tepukan dibahunya sontak membuat Ailen terperanjat dan reflek menampar sipelaku.

Plak!

"Omo!"

"Shhh"

Araster memegangi pipi kirinya yang sedikit memerah akibat ulah gadis mungil yang kini berdiri dihadapannya sembari menutup mulut dengan sebelah tangan,"Maaf karna membuatmu terkejut",ujarnya lalu berjalan memasuki dapur dengan kedua tangan berada dibalik saku celana yang saat ini ia kenakan.

Sementara Ailen masih berdiri ditempatnya dengan raut frustasi,"aahh,apa yang kulakukan?!",pekiknya tertahan, membalikkan tubuh dan mendapati Araster sudah duduk dimeja makan dengan sekotak susu coklat ditangannya.

Perlahan Ailen melangkahkan kakinya mendekati pria yang kini menatapnya dengan sebalah alis terangkat,membuatnya menjadi gugup seketika,"Arast, i'm sorry. Apa... Rasanya sakit?", ucapnya hati-hati,seraya mengelus pipi Araster lembut.

"Manis"

Satu kata yang berhasil membuat Ailen menelan salivanya dengan susah payah. Sementara Araster hanya menatap gadis yang baru saja menduduki kursi disebelahnya dengan raut datar,hingga pandangannya jatuh pada bibir ranum berwarna pink alami yang kini tertutup rapat.

"Jangan berciuman dengan siapapun"

"Uh?",beo Ailen bingung,reflek ia menyentuh bibirnya dengan tatapan bertanya.

"Sudah sarapan?"

"Em,aku meminta pelayan untuk mengantarkan sarapan kekamar,oh ya,dimana yang lain?"

Araster mengedikkan bahunya acuh,mengambil kotak susu yang tadi ia letakkan diatas meja kemudian melemparnya ketempat sampah yang berada tepat disamping kulkas.

"Arast"

"Hm?"

Ailen menundukkan kepalanya,menatap jari-jari mungilnya yang saling bertaut diatas paha,"Jika nanti aku bertemu dengan seorang pria dan mencintainya..."

"Siapa?"

"Uh? Eee... Itu,aku hanya ingin bertanya,karna semua itu mungkin saja terjadi cepat atau lambat",ujar Ailen gugup sembari meremas ujung kaos yang dirinya kenakan.

Bratva's MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang