Kalau dia sudah memilih pergi, biarkan saja. Berhenti, jangan dikejar! Bukankah pada hakikatnya jodoh itu datang bukan pergi?
Marvael Arludra Grispara.
~~~~~
○
○
○Gambar pola baju berbagai model berserakan diatas meja, wanita itu nampak sangat serius dengan beberapa lembar kertas ditangannya, bolpoint yang ia pegang diketukan dipelipisnya nampak sedang berpikir keras.
Tiba-tiba sekelebat bayangan peristiwa tadi malam menghinggapi pikiran Naya, ia meletakan kertas dan bolpointnya ke atas meja dan menyandarkan punggungnya ke sofa. Naya menarik napas panjang, melirik pintu utama yang terbuka menampilkan punggung gagah milik seseorang.
"Rabil suka sama aku sejak dulu? Sejak aku menikah sampai sudah mempunyai dua anak bujang, kenapa dia memendam perasaannya sangat lama seperti itu." Naya memejamkan matanya rapat merasa bersalah.
Malam itu Naya sangat terkejut dengan perkataan Rabil, awalnya Naya hanya menganggap omongan Rabil sebuah candaan, tapi Bodyguard itu malah mengatakan dengan serius bahwa ia sangat mencintai Naya, kira-kira begini kalimatnya...
Saya sangat menghormati Bu Naya sebagai istri Pak Gatra, saya juga sekuat mungkin menghilangkan perasaan terlarang itu. Tapi maaf saya tidak bisa, alasan saya memendam semuanya adalah saya tau Bu Naya sangat mencintai Pak Gatra walau beliau sudah menginggal sekali pun, mangkanya saya tidak ingin membuat Ibu bimbang dan sakit hati.
"Rabil!" seru Naya memanggil Rabil.
Laki-laki yang sedari tadi berdiri di depan pintu itu mengangguk dan menghampiri Naya, wajahnya terlihat gugup, Naya menahan senyumnya, ia seperti melihat Gatra dalam diri Rabil.
"Tolong masukan semua kertas ini ke mobil dan antar aku ke butik Bunda Dira, ya?" Naya menyerahkan setumpuk kertas itu pada Rabil.
"Apa Ibu perlu siap-siap?" tanya Rabil yang melihat penampilan Naya hanya mengenakan dress polos selutut berwarna putih tulang.
"Gak perlu, kita berangkat sekarang." Naya tersenyum yang berhasil memporak-porandakan perasaan Rabil.
Naya melirik ke lantai dua, pintu kamar Jio belum terbuka, mungkin laki-laki itu belum bangun karena lelah habis pulang dari Yogyakarta semalam. Untung saja jadwal Jio pergi ke kantor nanti jam 1 siang, sementara Marva sedang berangkat sekolah saat ini.
Ibu muda dua anak itu berjalan mendahului Rabil, dengan sigap Rabil membukakan pintu mobil untuk Naya kemudian duduk dibalik kemudi dengan Naya disampingnya. Ya, Naya memang selalu duduk didepan karena dia tidak mau menganggap para Bodyguardnya sebagai sopir, bagi Naya mereka adalah keluarga.
Terjadi keheningan disepanjang perjalanan menuju butik, ke duanya sama-sama canggung untuk membuka obrolan. Naya sesekali melihat Rabil dari ekor matanya, dia menampol pipinya sendiri sambil menengok ke belakang takut-takut Gatra sedang memperhatikannya.
Rabil yang melihat Naya bertingkah konyol seperti itu jadi bingung sendiri.
"Rabil."
"Bu Naya."
Mereka saling bertukar pandang, untung saja mobil sedang berhenti di lampu merah. Rabil menyengir lebar dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Silahkan, Ibu dulu yang berbicara." Rabil tersenyum.
Naya menggeleng, "kamu duluan."
"Ekhem, maaf atas kejadian semalam Bu, saya hanya ingin mengutarakan perasaan yang membelenggu selama bertahun-tahun, saya tidak mau Bu Naya menjadi sedih setelah mengetahui bahwa saya-."
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Marvasya [COMPLETED]
Fiksi RemajaBagaimana mungkin aku dan dia akan menyatu, cara kami menyebut Sang Pencipta saja berbeda. (Marvael Arludra Grispara). Bicara tentang perbedaan, sebenarnya perbedaan itu indah, rasa ingin memiliki satu sama lain yang membuatnya terasa pedih. (Varasy...