DM 44 || HARU

3.6K 737 561
                                    

Mengapa harus rasa sakit syarat untuk menjadi dewasa?

Terajio Brama Grispara.


Jio memasukkan sesuap demi suap kue ulang tahun ke dalam mulutnya, netra hazelnya seakan tak jemu memandang keharmonisan keluarga dimana putri mereka sedang bertambah usia hari ini.

"Ajak Kak Jio foto juga dong, Pa!" seru Flo, putri bungsu Elang dengan sebuah kado ditangannya.

"Ah iya, mari abadikan momen bersama kami, Pak," ajak Elang yang diangguki istrinya dan William yang usianya satu tahun lebih muda dari Jio.

Jio tersenyum kikuk, dengan langkah berat dia berjalan ke samping William. Dia melihat melalui ekor matanya, tangan Elang merangkul pundak William beserta istrinya, sedangkan Flo berada di depan Elang.

Bukankah dia membenci anak laki-laki? Tapi kenapa terlihat sangat menyayangi William? batin Jio.

"Siap semua ya, aku tekan remotnya dihitungan ke tiga. Satu... dua... tiga." William memulai aba-aba.

Cekrek!

Terambillah satu potret Jio bersama keluarga tirinya walau mereka tak mengetahui identitas asli Jio.

"Wah! Kak Jio ganteng banget!" pekik gadis kelas satu SMA itu setelah memeriksa hasil jepretannya.

"Terimakasih, Flo." Jio tersenyum tipis.

"Silahkan nikmati hidangannya lagi, Pak." Arum--istri Elang mempersilahkan Jio.

Tatapan Jio terpaku pada wanita setengah baya itu, sebaik apapun Arum padanya, tetap saja Jio membencinya karena bagaimanapun Arum merupakan wanita penggoda, salah satu penyebab Jio kehilangan Papi nya.

Jio kembali duduk, dia sedikit kesal karena ia pikir acara ulang tahunnya akan digelar megah dengan mengundang para tamu, ternyata hanya kekeluargaan. Jio menyesal telah datang, di sini dia hanya mendapat luka karena menyaksikan Papi nya lebih menyayangi mereka.

"Wah, ini kado dari Kak Jio?" tanya Flo memegang kado dengan ukuran sedang, Jio mengangguk.

"Aku buka ya," ucapnya riang.

"Silahkan," jawab Jio terkesan cuek.

Dengan semangat Flo membuka bungkus kadonya dan seketika matanya berbinar-binar melihat isi dari kotak kado itu adalah puluhan coklat batang.

"Coklat? Kok Kakak bisa tau kalau aku suka coklat?" Flo terkekeh, Jio hanya tersenyum.

"Eh ada apanya nih," celetuk Flo ketika tangannya meraba-raba ke dalam tumpukan coklat itu.

Ternyata ada sebuah kotak jam tangan dengan merk ternama keluaran terbaru limited edition yang diciptakan hanya 3 buah saja.

"Jam tangan keluaran terbaru? Aaa makasih banget, Kak. Kemarin aku pesan tapi gak dapet, kok Kak Jio bisa ya? Hehe," senang Flo langsung mengenakan jam itu.

"Pabrik jam itu berkolaborasi dengan perusahaan saya yang ada di luar Negri," jawab Jio sambil meneguk jus anggurnya, tak disangka keluarga Elang melongo dan menatapnya takjub.

Elang menepuk pelan bahu Jio, "terimakasih banyak, Pak. Putri saya terlihat senang."

"Sama-sama. Kalau begitu saya pulang dulu, Ayah dan Bunda saya pasti merindukan anak sulungnya ini," pamit Jio sengaja mengikutsertakan 'Ayah'.

"Maaf, tapi bukannya Pak Regatra sudah tiada?" tebak Elang.

"Benar, walaupun dia telah meninggal, tapi dia selalu berada didekatku karena kasih sayangnya yang tak pernah pudar pada anak laki-lakinya," sahut Jio mantap membuat Elang mengerjap pelan, merasa tersinggung.

Different Marvasya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang