Hati ini sudah dikunci oleh si pemilik hingga aku sulit tuk membukanya lagi karena, si pemilik yang tak kunjung kembali.
Varasya Xiallena.
_______Gadis yang memiliki rambut panjang dibawah bahu itu tak hentinya berdecak kagum, bibirnya terus mengoceh padahal mulutnya sudah penuh oleh makanan.
Dua laki-laki yang duduk bersebrangan dengannya itu tak hentinya menatap si gadis, laki-laki dengan rambut coklatnya kadang terkekeh ringan mendengar ucapan gadis itu, sedangkan laki-laki dengan rambut hitamnya terus memutar bola matanya malas.
"Hemm, mwasakan Tante gak adwa duanya." Vasya mengangkat kedua jempolnya, agak kesulitan berbicara karena makanan masih belum ia telan.
Naya yang duduk disamping Vasya terkikik geli, ia mengusap bahu anak itu agar menelan makanannya dulu.
"Ya iya lah, masakan Bunda gue gak ada tandingannya," sambar Marva menatap remeh Vasya yang duduk didepannya.
Vasya hanya mengangkat bahunya acuh, ia memilih melanjutkan makannya. Setiap lauk yang tersaji dimeja, tak satu pun terlewat untuk dicicip olehnya.
"Kamu gak jaim ya? Aku suka," celetuk Jio terang-terangan.
Naya tersenyum jahil, putra bulenya itu sudah tumbuh dewasa saja. Padahal seperti baru kemarin Naya mengusap pipinya kala bocah itu menangis.
Sedangkan Vasya nampak malu-malu, pipinya mengeluarkan semburat merah yang dapat ditangkap oleh mata tajam Marva.
Naya mengajak Vasya untuk ikut makan bersama sebagai tanda terimakasih karena telah menyelamatkan Marva dari gangguan preman dan mengantarkannya pulang dengan selamat.
Vasya menenggak air putih. "Andai aku punya Ibu, mungkin aku bakal seneng banget dimasakin sama beliau kayak gini."
Naya ikut menghentikan makannya, ia menenggak air hingga habis setengah dan menatap sendu Vasya.
"Ibu kamu?"
"Ibu aku meninggal waktu aku masih kecil, Tan," ungkap Vasya dengan senyumnya.
Walaupun gadis itu tersenyum, Naya dapat melihat segelintir kesedihan diraut wajah imutnya itu. Gadis dihadapannya ini sangat kuat.
Bahkan Marva yang sedari tadi menatap tajam Vasya, kini pandangannya mulai sayu."Mulai sekarang, Misya bisa anggap Tante sebagai Ibu kamu ya? Misya bisa panggil Tante dengan sebutan 'Bunda' kayak Marva sama Jio kalo manggil Bunda," tutur Naya mengusap kepala Vasya.
Bola mata Vasya berkaca-kaca, betapa malaikatnya hati sang Bunda ini. Tapi sayang, semua orang disini mengenalnya sebagai Misya bukan Vasya. Karena saat ini Vasya sedang memainkan peran Misya yang tidak mau berangkat sekolah.
"Betul banget tuh, mulai sekarang aku jadi 'Abang' kamu ya?" imbuh Jio yang membuat mata Vasya semakin berbinar-binar.
"Gak bisa! Gak boleh! Bunda Naya itu cuma Bunda Marva, bukan yang lain," tegas Marva memberenggut kesal.
Jio tersenyum samar mendengar ucapan Marva, ia merasa tersindir.
"Biarin wleee." Vasya menjulurkan lidah. "Makasih ya Bunda." Dia beralih memeluk Naya dari samping.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Marvasya [COMPLETED]
Ficção AdolescenteBagaimana mungkin aku dan dia akan menyatu, cara kami menyebut Sang Pencipta saja berbeda. (Marvael Arludra Grispara). Bicara tentang perbedaan, sebenarnya perbedaan itu indah, rasa ingin memiliki satu sama lain yang membuatnya terasa pedih. (Varasy...