DM 41 || KACAU

3.7K 799 674
                                    

Dia terlalu jauh tuk ku gapai,
atau dia berlari karena aku terlalu berambisi mengejarnya?

Queshi Vrey Niken.




Jam sekolah telah usai, kini waktunya sang ketua osis kembali pada diri yang sesungguhnya. Mengeluarkan kemejanya dari celana, dasi yang disalah gunakan menjadi ikat tangan, serta jangan lupakan semua kancing yang terbuka hingga memperlihatkan kaus oblong berwarna hitam yang membentuk enam batu bata milik Marva.

"Awas ya lo berangkat pagi-pagi lagi ninggalin gue!" Teresa mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Marva.

"Ada rapat osis tadi pagi," jawab Marva jengah.

Teresa mendengus, "kan lo bisa mampir sebentar buat bangunin gue, udah tau bonyok gue lagi gak di rumah."

Cowok bermanik biru itu menghentikan langkahnya ketika sudah sampai di parkiran, memegang bahu Teresa dan menatap dalam-dalam iris almond gadis itu.

"Nanti malam gue nginap di rumah lo," ujarnya membuat senyum Teresa mengembang.

"Ayok balik!" Marva menggapai jemari Teresa namun dengan segera gadis itu melepaskannya.

"Gue bawa mobil." Teresa menunjuk mobil merah kesayangannya.

Marva berdecak, "ck! Tinggal aja, ntar gue suruh Om Deri buat ngambil."

"No no no! Lagian gue mau mampir ke tempat lain dulu kok, gue duluan, daah." Teresa mengecup bahu Marva yang terbalut kemeja osisnya kemudian berlari menuju mobilnya.

"Si tolol." Marva geleng-geleng kepala.

"Gak pulang?" Suara familiar di belakangnya membuat Marva menoleh.

Senyum Marva mengembang melihat Jio, "kebetulan ketemu di sini, tukaran sama motor gue ya? Gue pinjam mobil lo." Marva mengambil alih kontak mobil dari tangan Jio membuat guru matematika itu melongo.

"Masa Aa ke kantor naik motor sih?" Jio menatap kunci motor yang diberikan Marva.

Marva terkikik, dia melepaskan kacamata hitam yang bertengger di hidung Jio kemudian memakainya sendiri. Jio mengerjap tak habis pikir.

"Udah pake jas, bawa motor lagi. Keren dah kayak mafia. Makasih pak Guru, bubay!" Marva dadah-dadah monyet, bergegas menaiki mobil Jio dan melesat dengan kecepatan sedang.

Jio mengelus dada sabar.

Marva memarkirkan mobilnya di depan Gereja, sesuai dengan alamat yang dikirimkan Vasya. Dia bilang sedang berdo'a hari ini, berani sekali perempuan itu keluar dari apartemen tanpa Marva membuat cowok itu tidak fokus pada jam pelajaran terakhir.

Dada Marva selalu sesak setiap kali melihat Vasya duduk di sana sambil mengepalkan tangannya, Marva menunduk menatap sepatunya, jikalau dia mengaku pada keluarganya, sudah dipastikan mereka menentang kuat-kuat. Marva belum siap berpisah dengan Vasya, bahkan tidak akan siap sampai kapanpun.

"Kak Marva?" Suara Vasya membuat kepala Marva terangkat, dia buru-buru mengubah raut wajahnya menjadi seceria mungkin.

"Aca ku." Marva merentangkan tangannya.

Different Marvasya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang