* MAAF, PART SUDAH TIDAK DILANJUT UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN.
Tapi boong cmiwiiiwww🤪😭😙🤣🤣🤣
Lanjoott gasss ngengggg🐩
Senyum dulu dong hayu🤣
Vasya menatap langit-langit kamarnya yang banyak debu dan beberapa sarang laba-laba, dia meletakkan kedua tangannya dibawah kepala sebagai bantalan. Terdengar helaan napas berat dari sela bibirnya, tiada hari tanpa gelisah bagi Vasya.
Hari ini sudah tepat dua minggu, kemarin Vasya baru saja menerima gajinya. Hari ini pula dia sudah tak bekerja sebagai pengasuhnya Marva, wajah sedih keluarga Grispara saat dirinya pergi kemarin masih menghantui pikiran Vasya.
"Sshh sial! Kenapa sih, gue selalu gampang maafin kesalahan orang, padahal dia udah nyakitin gue separah-parahnya." Vasya mengetok kepalanya beberapa kali.
"Gue gak suka ya, gue pengen marah." tangannya meninju-ninju udara, "tapi gak bisa, gimana dong?"
Dia meraba lehernya, untung saja Vasya sudah ganti kateter sebelum dia dinyatakan hamil.
"Dear hati, lebih kuat lagi ya? Jangan berhenti berdebar, gue udah menjauh dari hal-hal yang bisa nyakitin lo lagi." Vasya tersenyum tipis.
Tangannya turun meraba perut datarnya.
Bisa-bisanya Vasya senyum-senyum sendiri membayangkan wajah anaknya nanti, bagaimana jika keseluruhannya mirip Marva? Vasya sudah bertekad tak memberi tau siapa pun tentang kehamilannya termasuk Marva, dia akan membesarkan anak ini sendirian. Tapi bagaimana jika Bigis dan Misya tau? Argh! Vasya akan mengatakan apa nanti.Logika Vasya mengatakan, jika Marva berniat bertanggung jawab, lantas mengapa sampai detik ini laki-laki itu tak pernah membahas kesalahannya pada malam itu? Apakah kepala Marva terbentur beton keras hingga mengakibatkannya lupa? Pikir Vasya.
"Ngelamun aja lo, kesambet mampus!" Misya datang dengan handuk yang menutup kepalanya.
Vasya mendengus, dia mendudukkan diri dan menatap kembarannya malas, "mau ke mana?"
"Ke rumah Najib bareng Levi, mau ikut gak?" tawar Misya dengan tangan yang sibuk menyisir rambut.
"Ikut!" seru Vasya semangat.
Dia segera berganti baju dan sedikit berdandan agar wajahnya tak terlihat begitu pucat, beruntung Vasya bangun pagi-pagi sekali minggu ini, jadi dia sudah mandi setelah beres-beres rumah.
"Vasya!" suara berat mengintrupsi dari ambang pintu, "bagi duit dong, duit Bapak habis nih."
Vasya meletakkan bedak taburnya, dia berjalan mendekati Bigis, "emangnya uang sepuluh juta yang aku kasih kemarin udah habis, Pak?"
"Udah lah, kalau belum ngapain gue minta lagi?" ketusnya.
"Mangkanya Bapak jangan judi terus--."
"Anak kecil sok nasihatin orang tua! Tinggal kasih duit aja ribet, cepat mana duitnya? Lo habis gajian kan? Jangan pelit sama Bapak sendiri!" Bigis dorong bahu Vasya kasar dan bergegas membuka lemari Vasya.
"Pak, jangan! Kasihan Vasya kerja duitnya diambilin Bapak terus, mending pake duit aku aja nih." Misya bersuara.
"Misya sayang, pakai aja uang kamu buat belanja sana. Ini si Vasya kalau gak dimintain, dia bakalan pelit sama Bapak, gak bersyukur udah tak bawa ke sini dari panti asuhan kumuh itu." ucap Bigis yang sekarang menemukan beberapa lembarang uang di dalam amplop hasil gaji terakhir Vasya.
![](https://img.wattpad.com/cover/244290906-288-k480355.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Marvasya [COMPLETED]
Teen FictionBagaimana mungkin aku dan dia akan menyatu, cara kami menyebut Sang Pencipta saja berbeda. (Marvael Arludra Grispara). Bicara tentang perbedaan, sebenarnya perbedaan itu indah, rasa ingin memiliki satu sama lain yang membuatnya terasa pedih. (Varasy...