EXTRA PART

10.1K 841 265
                                    

Aku bakal bikin bagian cerita secara beraturan di mulai dari beberapa sahabat Ara. Biar kalian nggak bingung reaksi mereka gimana.

Sebenarnya nggak ada kaya gini, cuma karena aku nggak tega yaudah aku bikin. Tapi inget ya, jangan lupa vote dan komentar hehehe.

*****

Aku ada lagu buat kalian yang pengen baca ini, terjemahannya bener-bener kaya buat Aksa, cocok,jadi aku rekomendasi banget.😭

🎼 Starlight ~ Chani 🎼

*****

Sudah satu jam lamanya, Ryan terus saja menatap batu nisan itu. Pria itu mengunjungi makam putrinya, dengan bantuan kursi roda di sampingnya.

"Sayang, maafin Ayah..."

Ryan dengan Kejora yang menemaninya, lalu ada Atlas dan Angkasa, sepupu Ara. Empat orang itu masih berduka, walau sudah berlalu tetap saja masih terasa hampa.

"Ayah, ikhlasin Ara, ya? Udah takdir dia, Yah. Ara bahkan rela donorin jantungnya buat Ayah, karena apa? Karena dia emang udah siap nerima semuanya. Jadi Ayah harus ikhlas biar Ara seneng," pesan Kejora lembut. Setelah Ara tidak ada, Kejora sadar jika ayahnya butuh dirinya untuk tetap menjadi sosok tegar.

"Ayah udan ikhlas, tapi Ayah belum sempet liat senyum dia, Ra. Ayah belum minta maaf," jawab Ryan sendu.

Kejora menggeleng. Ia mengusap pundak Ryan lembut lalu tersenyum getir. "Ayah lupa? Ara itu kuat, bahkan cerdas. Ara nggak pernah kecewa sama ucapan Ayah waktu di gedung itu. Ara itu pintar, dia tau Ayah terpaksa ngomong biar kita benci Ayah."

Kejora tahu itu karena di ceritakan oleh Aksa dan sahabat cowok itu mengenai ucapan Ryan yang pernah membuat Ara sakit hati. Namun ketika mengetahui Ryan kritis, Kejora bisa menyimpulkan hal yang sama seperti Ara, Ryan sengaja mengucapkannya agar mereka tidak merasa kehilangan nanti ketika Ryan pergi.

"Ayah harus bersyukur, ada Ara di tubuh Ayah. Dia jadi oksigen Ayah buat hidup, jadi Ayah harus kuat." Kejora menangis, ia memalingkan wajahnya ketika Ryan menangis dengan suara pilu.

"Kita pulang ya? Mama udan nelpon," ajak Kejora membuat Ryan hanya diam menurut.

Setelah kepergian mereka, Atlas berjongkok diikuti Angkasa. Dua sosok pelindung itu kini ikut berduka. Orang yang mereka lindungi mati-matian sudah bahagia.

"Ra, lo kenapa ninggalin gue sih!" decak Angkasa namun nadanya terdengar bergetar. "Kalau lo nggak ada, siapa dong yang gue ajak balapan?"

"Gue tau gue sering usil, tapi nggak gini juga prank nya. Lo bener-bener tega," lirih Angkasa.

Atlas menunduk. Wajahnya menatap nama itu lagi, rasanya sesak saat orang yang bersamanya tidak ada, sama seperti bundanya.

"Kamu pasti lagi pelukan ya sama Bunda," kata Atlas terkekeh. "Enak banget ya nggak ngajak-ngajak."

"Abang titip pesen ya sama Bunda. Jangan lupa jemput Atlas nanti." Tangan Atlas terulur mengusap batu nisan itu. Ia tersenyum simpul. Matanya tampak merah namun berusaha menahan air mata itu.

"Ara, Abang janji, Abang sama anak-anak yang lain bakal inget kamu terus. Termasuk mastiin orang yang bikin kamu menderita dapat perlakuan setimpal."

"Gue janji bakal jagain Kejora, gue juga bakal mastiin kalau lo nggak bisa di gantiin sebagai Queen Antraz, Starla. Gue bakal bubarin geng The Python." Angkasa tersenyum tipis, cowok itu berdiri dan keputusannya sudah bulat. Membubarkan anak motor adalah keputusan tepat setelah Ara sudah tidak ada.

Angkasa tak bisa mengurus selamanya, jika bisa pun mungkin ia akan menyuruh Atlas yang kembali.

"Gue pamit ya, Ara. Jaga diri baik-baik di sini. Bentar lagi Bang Bagas sama Gamma juga ke sini kok," kata Angkasa lalu pergi dengan langkah kecil.

STARLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang