37. SEKOLAH KEMBALI

15.3K 1K 58
                                    

Rintik-rintik air itu sangat jelas terdengar di malam hari. Ditambah suasana yang tenang dan sepi. Percikan air yang turun itu membuat orang-orang tidak bisa keluar rumah untuk sekedar urusan. Apalagi bulan yang tidak terlalu terang lalu bintang-bintang yang tidak terlihat karena terlindungi gumpalan hitam.

Hujan. Kata orang, ketika hujan itu turun menandakan ada orang yang sedang bersedih entah siapa. Lalu ada juga kata orang, kalau hujan itu bisa membantu kita menghilangkan kesedihan. Karena hujan, dapat menutupi air mata yang telah kita jaga mati-matian agar tak turun didepan orang-orang.

Entah opsi yang mana, kita tak dapat memilih. Termasuk Ara yang sedang duduk di balkon kamarnya menatap lurus ke depan dengan melihat satu persatu percikan hujan yang mengenai wajahnya. Entah sudah berapa lama ia berada di sana.

Pikirannya kosong entah kemana. Semenjak Ayah nya yang memperkenalkannya dengan istri baru sang Ayah, Atika, ia menjadi sering tidur larut malam, dan juga melamun.

Apakah keluarganya tau kalau dia tidur sering pukul 3 pagi? Tidak. Ia tak pernah bicara. Tapi kalau melamun, ia sering kepergok mereka. Entah saat makan, berkumpul, ataupun ketika diajak jalan oleh kembarannya. Ia selalu ditanya kenapa, namun tak pernah dijawab.

Tiara dan Karel yang melihat itu menghela nafas panjang. Mereka benar-benar khawatir dengan Ara yang kadang diajak ngobrol hanya melamun. Entah masalah apa, mereka tak tau. Ara tak pernah berbicara dan membicarakannya. Mereka berdua yang melihat itu tak memaksa, mereka tau kalau Ara itu keras kepala dan mungkin, itu private.

Ara didepan mereka memang tersenyum dan menampilkan wajah biasa saja. Tak tau saja kalau dia pernah berpikir untuk menyerah. Menyerah? Tentu itu bukan sifatnya. Namun, sekali lagi, ia merasa sudah lelah. Masalah yang ia jalani begitu banyak. Ia sendiri tak tau, kenapa takdir memberinya begitu banyak masalah, secara bersamaan.

Belum masalah satu selesai, sekarang masalah baru datang lagi. Apalagi masalah yang terdahulu pun datangnya saat ia masih memiliki masalah yang sebelumnya. Terlalu terbelit-belit. Kalimat saja susah untuk dimengerti ketika terbelit-belit, apalagi masalah yang entah kapan berakhir?

Ia menghela nafas panjang ketika menatap ke atas langit, hitam. Apakah hujan sedang menghiburnya? Itulah yang dipikirkannya. Entah apa itu. Yang ia tau, ia telah berpikir ke sana.

Mengingat seseorang yang ia benci berada didepan matanya sendiri, membuatnya memejamkan mata menahan kesabaran. Atika dengan senyum jahatnya itu adalah sosok yang sangat ia benci. Terlibat dalam masa lalu yang tidak tahu dirinya sudah menjadi istri sah Ayahnya dan hadir dalam kehidupan keluarganya mampu membuat Ara murka. Ditambah, sang Ayah yang menikah tanpa memberitahunya dan Kejora, tentu membuat mereka kecewa berat.

Huft. Bunyi helaan nafas lagi-lagi terdengar. Ia menatap seruling miliknya yang ada ditangannya dengan tersenyum miris.

"Gue capek."

"Kalau boleh minta, gue pengen istirahat."

"Kalau gak, minta sama Tuhan buat gue amnesia."

Ara menatap sendu ke arah hujan.

"Mungkin, dengan amnesia, gue bisa hilangin sejenak masalah gue."

Ara menatap jam di dalam kamarnya. Ia tersenyum tipis melihat waktu pukul 02:50. Sekarang, ia jadi lebih sering tidur larut malam. Untung, paginya ia tidak sekolah.

"Apa segitu capek nya gue, sampai tidur aja larut malam?" Ia bertanya pada dirinya sendiri.

Ara menggeleng tak percaya, semenjak Atika muncul di hadapannya saat itu, ia jadi susah tidur. Mungkin ia bisa saja mengatasi kalau paginya besok bisa bangun terlambat. Namun, kali ini ia tak bisa. Karena besok ia akan memulai aktivitasnya kembali seperti biasa.

STARLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang