51. AWAL KELICIKAN

11.2K 965 170
                                    

Memaafkan orang itu ibarat menerima tugas pelajaran. Walau terpaksa, tetap saja kita mengerjakan, dan nilai menentukan.

*****

"Ra... maafin gue..." Miseyla menatap Ara dengan sorot sendu.

Ara menegakan tubuhnya sejenak. "Gue udah maafin lo," jawabnya pelan.

Apa gunanya jika ia tak memaafkan mereka-mereka yang melakukan kesalahan? Tidak ada gunanya. Mungkin dengan ini, ia bisa mengurangi beban masalahnya dengan cara... berdamai. Walaupun dalam benaknya, hatinya sudah benar-benar beku karena hidupnya yang tak ada artinya.

Masalah selesai, hidupnya pun selesai. Buktinya penyakit yang ia derita saat ini. Mungkin suatu saat, jika masalahnya benar-benar selesai, penyakitnya sudah di cabut oleh Tuhan. Mungkin termasuk nyawanya sendiri. Dengan begitu, hidup orang yang di sekitarnya bisa tenang tanpa ada masalah. Entahlah, Ara hanya menyimpulkan itu. Tak tau kedepannya bagaimana.

Mendengar itu, Miseyla membulatkan matanya dengan wajah yang Ara tak bisa di tebak, bahagia. Ara tersenyum melihat itu. Ia tak menyangka jika lewat ucapannya, orang yang didepannya bisa bahagia tanpa beban. Lagi-lagi ia teringat pada dirinya sendiri. Ia tak bisa membuat dirinya bahagia sendiri. Sungguh, sangat sulit.

Miseyla menatap Ara tak percaya. Ia mendekat lalu meraih tangan kanan Ara yang secara refleks sang empu langsung melepaskan cengkeramannya pada ikat kepala di balik selimut.

Miseyla menggenggam tangan itu. Senyumnya merekah lebar. Rasa bahagianya tak bisa ia sembunyikan. "Lo beneran? Lo udah maafin gue?"

Ara mengangguk seraya tersenyum kecil.

Miseyla tersenyum lebar kembali. Ia langsung memeluk orang didepannya itu dengan wajah yang penuh haru. Entahlah, ia merasa kali ini bahagia mendapat maaf dari Ara.

"Makasih Ra. Makasih. Gue seneng lo maafin gue," lirihnya.

Ara yang awalnya terkejut langsung membalas pelukan itu. Ia ikut senang ketika Miseyla sudah sadar. Ia melepaskan pelukannya lalu menatap Miseyla yang sedikit meneteskan air mata.

"Memaafkan orang yang pernah melakukan kesalahan itu gak ada yang salah," ucap Ara yang lagi-lagi membuat Miseyla tersenyum bahagia. Ara benar-benar orang yang tegar dan kuat yang pernah ia temui. Ia beruntung, kakaknya mengenal perempuan itu.

"Lo strong. Gue bener-bener salut sama lo," balas Miseyla tersenyum kecil.

Ara tersenyum kecut. Kuat? Ara merasa tidak ada artinya kata itu dalam hidupnya. Kuat namun beku di hati? Bagaimana bisa menyembuhkannya?

"Gue maafin lo karena emang harus waktunya kita damai. Gak ada gunanya kalau gue gak maafin lo," kata Ara. Karena cepat atau lambat, hidup gue bakal selesai.

"Gue bakal berubah jadi baik Ra. Gue benar-benar nyesel." Miseyla tersenyum kecil.

"Iya, jangan pernah ambil tindakan yang belum lo tau apa tujuannya," balas Ara menghela nafas.

Miseyla mengangguk samar. "Maaf juga tentang teror itu. Gue waktu itu benar-benar marah."

Ara kembali teringat tentang masalah teror yang pernah ia alami. Matanya menatap Miseyla sejenak. "Lupain. Semuanya udah berlalu," balasnya tersenyum tipis.

"Lo tuluskan maafin gue? Lo gak dendam kan sama gue?" tanya Miseyla hati-hati.

Sontak saat mendengarnya, Ara malah menampilkan tawa kecilnya. Ia menggelengkan kepalanya. "Gak, gue gak pernah dendam. Cuma ya...kalau keterlaluan gue bakal bales dengan akal gue," jawabnya santai.

STARLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang