47. KENANGAN

14.6K 1.1K 270
                                    

Ada kalanya hujan deras kita menangis, karena kita yakin, setelah hujan akan ada pelangi. Walau hanya sekejap.

*****

Menatap ke arah wanita yang seumur dengan pria di sampingnya. Tangan yang terkepal memegang erat ujung brankar milik Ara. Berusaha untuk berdiri dengan menyandarkan tangan dan punggungnya di tepi brankar. Nafasnya memburu saat melihat orang yang ada didepannya.

Dia benci wanita itu!

Melihat keadaan hening dan tidak ada respon apapun dari Atlas, kening Ryan berkerut bingung. Ia menepuk pundak Atlas dengan pelan berusaha untuk menyadarkan laki-laki itu dari lamunannya. Lagi-lagi keningnya berkerut saat mata Atlas menatap wanita disampingnya dengan tajam.

Rasanya aneh sekali, reaksi yang Atlas berikan pada Atika sama seperti pertama kali ia memperkenalkan perempuan itu sebagai istri barunya kepada putri bungsunya, Ara.

"Atlas?" panggil Ryan dengan menepuk pundak laki-laki itu.

"Eh?" Atlas tersentak kaget saat sebuah suara memanggilnya. Matanya beralih kepada Ryan yang sedang bingung.

"Kamu kenapa?"

Saat Atlas hanya terdiam, tangan yang memegang tepi brankar digenggam erat oleh seseorang. Ia menoleh sesaat dan melihat Ara yang sedang menggeleng padanya. Ia tau apa maksud Ara. Sangat tau.

Tangannya kembali terkepal untuk mengontrol emosi. Ia berusaha tersenyum. Senyum kaku yang sangat tipis.

"Atika, dia Atlas. Teman Ara," ucap Ryan tersenyum ke arah Atika. Atika mengangguk lembut dan tersenyum membalasnya.

Tanpa diketahui, kalau dua orang didepan mereka sudah menahan gejolak untuk tidak melakukan keinginan membunuh pada seseorang. Berusaha tersenyum, Atlas membalas uluran tangan milik Atika.

"Atlas," kenal cowok itu datar. Ia tidak bisa tersenyum saat ini, rasanya susah.

"Atika," ucap Atika tersenyum.

Hanya sesaat, Atlas sudah melepaskan tangannya dari Atika. Ia berdecih dalam hati kalau tak sudi melihat Atika.

"Gue dimana?"

Mereka sontak menoleh saat mendengar suara serak milik seseorang yang ada di ruangan itu. Cowok yang baru saja terbangun mengucek matanya untuk memulihkan kondisi tubuhnya.

Setelah merasa badan lebih segar, Aksa menatap ke depan dimana ada Ara dan beberapa orang. Ia mengernyitkan dahi saat semua orang menatapnya.

Mata Aksa beralih pada Ara yang sedang duduk di atas brankar. Dan ia baru sadar, kalau sekarang berada di rumah sakit.

"Eh? Ganggu ya?" Cowok itu tersenyum canggung saat merasa situasi di ruangan ini terasa begitu tegang.

Badannya terasa lebih segar daripada kemarin malam. Walaupun tubuhnya masih ada sedikit nyeri karena bekas pukulan di punggung, Aksa memilih mengabaikannya, kebiasaan dari dirinya ketika sehabis berkelahi dengan orang atau geng motor lain.

Ryan menatap Aksa intens. Tak lama, ia tersenyum hangat yang membuat Aksa tertegun. Senyuman Ryan persis seperti Ara ketika tersenyum.

"Tidak mengganggu, kamu Aksa?"

Aksa mengangguk saja. Lalu berjalan mendekat ke arah Ryan mengulurkan tangannya.

"Aksa, Om." Aksa memperkenalkan diri. Ryan yang melihat Aksa mencium tangannya kembali tersenyum.

"Ryan, Ayah Ara," ucap Ryan.

Aksa ber-oh. Pantas saja mirip, pikirnya. Matanya mengarah pada Atika yang tersenyum menyeringai ke arah Ara dan Atlas. Aksa mengerutkan keningnya melihat itu.

STARLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang