48. BELUM BERAKHIR

14K 1K 189
                                    

Kita hanya menjalani dan mengikuti, bukan mengatur dalam segala takdir.

*****

"Kita pernah ketemu di Bandung," ucap Ara seakan tau pikiran Hans.

Cewek itu menyunggingkan senyum tipis. "Jangan jadi pengecut kalau gak mau di bilang pengecut!" Ara mengangkat alisnya sambil menatap Hans untuk melihat reaksi cowok itu.

Hans yang mendengar sontak terdiam. Ucapan Ara mengingatnya pada satu tahun lalu. Cowok itu memberanikan menatap Ara. Betapa terkejutnya ia saat melihat manik mata biru itu. "L-lo? The Python," ucapnya tergagap.

Ara terkekeh. Ia mengangguk membalasnya tanpa berkata. Saat mendengar suara Hans, Aksa mengerutkan keningnya pertanda bingung mengenai bagaimana Ara mengenal Hans?

"Kalian saling kenal?" tanyanya mengangkat alis.

"Iya, tapi waktu itu kenal sebagai musuh," jawab Hans membuat Aksa reflek menoleh pada Hans. Matanya mengarah pada Ara yang hanya diam saja memegang selang infus di sampingnya.

"Musuh?" Mata Aksa menyipit meminta penjelasan.

Hans mengangguk. "Satu tahun yang lalu, ketemu di AKOBAR Bandung," jawabnya. Ia menatap Ara. "S-sorry, waktu itu gue cuma mentingin ego gue sendiri. D-dan maaf untuk semuanya," lanjutnya terbata-bata sambil memberanikan diri menatap Ara.

"AKOBAR Bandung?"

Hans mengangguk. "Ajang Kompetisi Balap Liar Bandung. Waktu itu di-dia sebagai perwakilan The Python," ucapnya namun tampak gugup saat mengucap kata Dia.

"Ajang yang di selenggarakan setiap tahun?" Hans mengangguk.

Aksa ber-oh ria. Pantas saja Hans tampak ketakutan pada Ara saat ini. Dan ia baru memahami juga bagaimana Hans tidak mengenali Ara namun sekarang dapat mengenal. Karena jelas selama di Bandung, Ara selalu menutup wajahnya menggunakan slayer pemberian Kanhar saat balapan liar. Dan mungkin Ara mengucapkan kata Pengecut itu adalah kalimat yang pernah dikatakannya pada Hans.

"Gak papa, gue udah lupain semuanya. Lagian waktu itu bukan cuma lo doang yang nyerang anggota gue. Banyak dari peserta lain yang gak terima. Dan gue juga minta maaf atas tindakan dari anggota gue yang dulu pernah rusakin motor kalian. Waktu itu gue gak tau karena mereka lakuinnya secara diam-diam," sahut Ara tersenyum simpul.

"Gak papa, itu salah kita-kita juga yang gak menuhin kesepakatan dari awal. Dan lo bener, gue pengecut waktu itu, mungkin...sampai sekarang," balas Hans.

"Lupain. Lo udah tau semuanya juga. Jangan nyia-nyiain kesempatan yang ini."

"Bang Atlas mana?" tanya Aksa.

Ara tersenyum simpul. "Dia butuh waktu sendiri."

*****

Malam ini, Aksa memutuskan untuk menjenguk Ara kembali setelah pulang dari rumah. Ia turun dari motor besarnya lalu menatap sekitar area rumah sakit. Langkahnya perlahan memasuki pintu utama rumah sakit bertuliskan Rumah Sakit Wiralaksa.

Saat langkah kaki yang awalnya ingin memasuki lift, ia terhenti saat mendengar suara ribut-ribut dari pintu utama. Aksa mengernyitkan dahi ketika mendengar suara tiga orang yang tampak familiar. Kepalanya kemudian memutar untuk melihat siapa mereka.

Matanya menyipit saat melihat ketiga sahabatnya yang sedang di ganggu seseorang. Di samping mereka terdapat satu cowok yang hanya diam menyaksikan pemandangan itu.

"Woy lepas!" Setyo meringis kecil saat rambutnya di jambak seorang wanita.

"Kamu harus tanggung jawab," ujar wanita itu menangis tersedu-sedu. Ia terus menjambak rambut orang di depannya dengan keras.

STARLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang