26. CAMPING [2]

16.2K 1.1K 23
                                    

Cuaca malam ini sangat sejuk. Bintang kelap-kelip pun turut hadir di atas langit. Angin menembus suasana keheningan. Di Alam Bebas ini, semua murid SMA Permata sangat tampak bersemangat.

Walaupun namanya Alam Bebas, bukan berarti mereka sesukanya untuk berkeliaran kemana-mana. Alam Bebas untuk membuat semua murid beradaptasi dengan lingkungan alam sekitar agar menghargai tumbuhan hidup.

Seperti malam ini, semua murid wajib keluar tenda dan pergi ke Lapangan Luas yang memang sudah tersedia di tempat itu. Tempat itu untuk para wisata pendaki, wisata, ataupun petualangan lainnya. Jadi, hutan yang mereka gunakan untuk camping termasuk aman.

Momen yang sangat tidak bisa ditinggalkan mereka adalah malam ini. Api unggun. Mereka sangat antusias. Ada yang bernyanyi, bermain gitar, bercanda tawa. Seperti saat ini, geng inti The Donster menyumbangkan lagu yang dinyanyikan Aksa. Tentu saja sangat merdu membuat yang mendengar terhanyut dan mendalami lagu itu.

Setelah selesai menyanyikan lagu, mereka kembali duduk lalu mencek-cok tak jelas. Aksa menatap ke arah Ara yang duduk disamping barisan kanan tak jauh darinya. Ia menoleh dan melihat cewek itu ikut tertawa dan tersenyum ke temannya. Mungkin karena lelucon mereka. Aksa yang melihat ikut tersenyum. Ia mendatangi cewek itu lalu duduk di sebelahnya, membuat Dania yang duduk disitu mendengus.

"Duduk gue disini!" protesnya.

Aksa hanya menampilkan watadosnya. "Gue pengen duduk disini, lo pindah gih," suruh seenaknya. Ara yang berada disampingnya memutarkan mata dengan malas namun tetap diam.

"Nyebelin!" Lalu Dania berpindah duduk ke samping Juli yang kosong.

Aksa terkekeh lalu menoleh ke Ara. Aksa yang merasa diacuhkan cewek itu berdecak, "Ra, gak mau nyumbang?"

"Uang gue dirumah," sahut Ara.

Aksa jadi gemas dengan Ara. "Maksudnya, gak mau nyumbang lagu gitu? Atau hobi lo?"

Ara menggeleng. "Gak ada, gue gak punya kemampuan." Ia malas tampil saat acara seperti ini. Yang ia inginkan hanyalah duduk diam dan menikmati pemandangan alam.

Aksa tau, Ara malas tampil. Jadi untuk kali ini, ia tak akan memaksa. Ia menatap ke depan. Ada api unggun berukuran besar. Mereka memang duduk membentuk lingkaran besar.

"Lo tau? Api itu kalau dibiarin, bakalan padam."

Ara menoleh lalu mengangkat alisnya. Aksa yang melihat itu tersenyum geli.

"Maka dari itu, kita yang pengen liat api, gak akan biairin padam. Kaya mereka yang di sana," tunjuk Aksa ke arah beberapa temannya yang memberikan kayu-kayu disekeliling api.

"Api itu banyak manfaatnya. Malam ini, api itu berguna buat kita. Buat kita bahagia dengan caranya tersendiri. Tapi kadang-kadang, api juga buat kita rugi." Aksa terhenti sejenak. Ia menatap Ara, lalu tersenyum kecil.

"Ruginya juga besar. Kadang lebih rugi dari untung. Tapi kadang juga, banyak untungnya dari rugi. Api itu kadang susah ditebak. Kadang kita kepanasan malah gak suka. Tapi waktu kedinginan, kita malah butuhin dia. Jadi, manfaatnya itu serbaguna. Kadang juga serba salah. Iya itu, sifat api untuk manusia, fungsinya bikin kita bingung." Ara tertegun mendengar. Ia lebih memilih diam untuk mendengarkan. Cocok untuk pemikirannya yang ada masalah.

"Sama kaya lo." Ara mengernyitkan dahi mendengar penuturan Aksa.

"Sifat lo susah ditebak," ujar Aksa menatap ke api unggun. "Lo tau? Kadang sifat lo itu bikin gue bingung. Tapi lama-lama gue kenal lo, gue jadi tau. Itu sifat lo. Sifat datar lo, itu karena malas ngomong. Dan ruginya..." Ia menjeda kalimatnya. Lalu menatap Ara dengan tertawa geli. Hal itu membuat Ara bingung.

STARLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang