59- Rencana 🍁

617 48 0
                                    

Jangan lupa vote ❤️

Fania berjalan santai ke ruangan kelas, tampilannya yang selalu anggun membuat dirinya selalu tampil mempesona. Rambut lurusnya terurai panjang, ia tersenyum senang di pagi ini, entah apa yang sedang ia rencanakan.

Ketika memasuki kelas, ia disambut ramah oleh penghuninya.

"Assalamualaikum," sapanya ramah.

"Waalaikumsalam." jawab mahasiswanya.

"Gimana kabar kalian?" tanya Fania.

"Alhamdulillah kurang baik." pekik seseorang di pojokan.

Bobi. Orang itu, siapa lagi.

"Gara-gara dua Minggu ibu gak masuk kelas, kita jadi kurang baik." kata Bobi.

Semua orang menyorakinya.

"Emangnya kurang apa?"

"Kurang perhatian ibu," jawab Bobi nyengir.

"Huu ... drama." celetuk Andre.

Fania hanya tersenyum menanggapi kelakuan muridnya, selalu saja ada tingkah mereka yang membuatnya tersenyum.

Diam-diam Fania melirik Asya.

"Saya di sini gak ngasih materi. Tapi saya mau menyampaikan suatu hal yang cukup penting."

"Besok kita ada acara, hanya untuk kelas ini aja. Karena kita dibagi jadi 3 sesi. Sesi besok bagian kelas kita, untuk waktu kita ada dua hari satu malam. Acara ini di selenggarakan langsung langsung oleh pihak kampus kita."

"Acara apa bu?" tanya Fahmi.

"Naik gunung atau pendakian untuk acara kemah." jawab Fania.

Seketika mata Asya berbinar, inilah yang ia tunggu-tunggu sejak lama.

"Gunung mana bu?" tanya Asya semangat.

"Tepatnya di gunung Puntang Jawa Barat, dalam rangka observasi lingkungan alam." lanjut Fania.

Fania menunjuk Fahmi, "Buat kamu, tolong di list yang mau ikut daki. Takutnya ada yang gak biasa naik gunung nanti malah sakit di jalan."

Fahmi mengangguk, "Iya bu."

Semua orang di ruangan kelas itu tampak mengangguk paham, banyak diantaranya yang membicarakan persiapan untuk acara.

Zidan mengacungkan tangannya, "Bu," panggilannya.

"Ya, ada yang perlu ditanyakan Zidan?" tanya Fania.

"Kalo saya bawa satu anggota keluarga boleh gak bu?" tanya Zidan.

Fania tampak mengerutkan dahinya, lama ia berpikir sebelum ia menganggukkan kepalanya.

"Boleh, berapa orang?" tanya Fania.

"Satu aja sih, bu. Adek saya aja." jawabnya sambil nyengir.

Di satu kelompok, Asya tampak bingung. Ia ingin sekali mengajak suaminya pergi. Ia hanya memainkan bolpoin di tangannya. Rachel yang melihat gelagat Asya yang tak biasa mulai penasaran.

"Heh, kenapa Sya?" tanya Rachel.

Asya tersentak kaget, ia menggaruk tengkuknya, melihat kedua sahabatnya cemas. Ia menggigit bibir bawahnya pelan.

"Aku ... pengen ngajak mas Azzam. Tapi takut gak boleh." cicit Asya.

Kedua sahabatnya saling berpandangan, tiba-tiba Rachel ngakak. Ia tak tahan dengan keluguan Asya. Berbeda dengan Asya yang sudah memasang wajah melasnya.

"Hahaha," Rachel tertawa pelan. "Biar aku tanya bu Fania dulu."

"Bu Fania,"

Fania menoleh ke arah Rachel, ia menatap Asya sejenak lalu tersenyum ramah.

"Kenapa Rachel?"

Rachel melirik sebentar kedua sahabatnya. "Emm, kalo ke puncaknya bareng suami boleh gak bu?" tanya Rachel.

"Kamu mau ngajak suami kamu?"

Rachel membulatkan matanya, Asya dan Syila menutup mulutnya, ingin sekali mereka tertawa.

Rachel mengisyaratkan tangannya,"Bukan bu, tapi Asya mau ngajak suaminya." sangkal Rachel.

Fania tampak terkejut, kenapa ia bisa lupa hal penting ini. Dalam hati ia tampak bersorak. Dengan begitu ia mempunyai kesempatan untuk bertemu dengan mantan kekasihnya bukan. Dengan cepat ia menetralkan mimik wajahnya, menutupi keterkejutannya.

"Hm, Azzam kan?" ucapnya pura-pura lupa.

Asya tampak tersenyum canggung, sebenarnya ia malu karena dari semua teman-temannya di kelas, hanya baru dirinya saja yang sudah menikah, tapi jika tidak ia akan kehilangan kesempatan. Ah, Asya sangat bingung.

"Boleh, ajak aja suami kamu. Biar kamu ada yang jaga." jawab Fania.

Syila tampak berpikir terlihat dari sebuah kerutan di dahinya. Ia terus melihat gerak-gerik Fania. Ia melihat Fahmi yang juga sedang melihat ke arahnya.

Hanya mereka berdua yang tahu masalah ini. Dengan memberanikan diri Syila menatap Asya dan berkata.

"Kayaknya kamu gak perlu ngajak suami kamu deh, Sya." kata Syila.

Asya menghentikan tawanya, begitu juga dengan Rachel.

"Kenapa, bukannya bu Fania juga udah ngizinin." jawab Asya.

"Iya nih, Syila. Aku udah bela-belain loh izinin." sahut Rachel.

"Emm ..." Syila bingung harus mencari alasan apa. Ini salahnya karena tidak memberitahu hal besar ini pada Asya.

"Nanti kita berdua gimana?" alibi Syila, tangannya yang bebas merangkul bahu Rachel.

"Dih, kita kan, udah biasa berdua. Jangan lebay deh!" tukas Rachel.

Syila hampir saja kehilangan akal. "Ini kan, acara kampus. Masa kita gak kompak." ujar Syila sedih.

Asya ikut terbawa suasana, benar juga apa yang dikatakan Syila. Harusnya ia bisa menghargai temannya.

"Aku gak jadi ajak mas Azzam deh." kata Asya.

Rachel cemberut, ia merasa bersalah kepada Asya. "Ini kali pertama loh kamu naik puncak. Masa gak sama suami. Mumpung ada izin dari Bu Fania."

"Chel." sahut Syila tak terima. Ia menyorot Rachel, wajahnya terlihat cemas.

Sebenarnya Rachel sadar itu, perubahan wajah Syila sangat terlihat. Seperti ada suatu hal yang memang disembunyikan.

Fania mendekati mereka bertiga.

"Asya, kalo mau ajak suami kamu juga gak pa-pa. Jangan sungkan, takutnya di sana kamu ada apa-apa jadi ada suami kamu yang jaga kan." kata Fania meyakinkan.

Syila menyorot Fania, ia tahu ada hal yang tidak beres dengan dosennya ini.

"Tapi kayaknya gak deh, bu. Nanti temen saya gimana?" jawab Asya canggung.

"Loh, kalian kan, masih bisa barengan. Ngapain harus khawatir." kata Fania sambil terkekeh.

Mata Rachel berbinar, ia mengguncangkan bahu Syila heboh.
Sedangkan Syila sudah pasrah dengan ini, ia tidak bisa menyangkal jika sudah begini. Ia tidak punya kuasa untuk mengatur kehidupan sahabatnya.

"Tuh dengerin Syil, jangan panik jangan khawatir. Kita bisa pinjem Asya dari pemiliknya." kata Rachel nyengir.

Syila pasrah, ia menganggukkan kepalanya dan tersenyum pahit.

Syila tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Terus beralasan akan membuat orang lain curiga terhadapnya.






















Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Semangat puasanya.
Terimakasih.

Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang