68- Sahabat 🍁

1K 51 0
                                    

Bukan ikhlas jika belum bisa memaafkan.

Vote kuy ❤️




Asya memakan ice cream kesukaannya di sebuah cafe bersama Azka.

"Enak gak?" Tanya Azka sambil menyuapkan ice cream ke dalam mulutnya.

Asya mengangguk, "Alhamdulillah, enak." Jawabnya.

"Sering-sering ya, Kak." Kata Asya.

Azka mencibir, "Siring-siring yi  Kik," ucapnya meledek.

"Hahahaha," Asya tertawa senang.

"Asya," panggil suara di belakangnya.

Asya membalikkan tubuhnya, dilihatnya dua wanita yang sedang berdiri di hadapannya dengan wajah takut.

"Ehm." Asya berdehem, kemudian melirik Azka, mengisyaratkan untuk pergi dari tempat itu.

Asya, segera bangkit dari duduknya namun segera ditahan.

"Memangnya gak ada kesempatan maaf lagi buat kita Sya?" Tanya Rachel.

Asya memilih bungkam. Tapi matanya tidak bisa berbohong, jelas ada rasa sakit di sana.

"Kalian mau aku gimana?" Tanya Asya balik.

Rachel dan Syila saling berpandangan, keduanya memberanikan diri mendekati Asya, berusaha meminta maaf kepada Asya.

Jujur baru kali ini, Asya semarah ini kepada mereka berdua, biasanya Asya akan mudah sekali memaafkannya.

"Maaf Sya, kita cuma gak mau kamu terluka." Cicit Rachel.

Syila menunduk, dia sadar, dirinya lah, yang paling tahu hubungan Azzam dan Fania.

"Kita harus apa, biar kamu maafin kita?" Kali ini Syila bersuara.

Sebenernya Asya masih punya hati untuk tidak mengindar dari keduanya, mengingat dua orang itu adalah sahabatnya. Tempatnya bersandar, tempatnya berbagi suka dan duka. Tapi ternyata Asya salah, karena tempat nyaman dan aman terbaik menurutnya adalah keluarga.

Asya membuka mulutnya hendak bersuara, namun segera ia tahan. Ia menghela nafas.

"Duduk!" Perintah Asya.

Rachel dan Syila duduk di samping Asya, kebetulan memang ada dua kursi kosong.

"Emang kalian punya salah apa?." Tanya Asya bersikap sesantai mungkin.

Azka yang mendengar pun mendongakkan kepalanya, ia heran dengan adiknya yang satu ini. Dibuat dari apa hatinya ini, dia lebih suka mengorbankan perasaannya demi orang lain. Dia rela tersakiti agar orang lain baik-baik saja.

Syila tampak tergagap, "Kita ... ngerahasiain hubungan Bu Fania dan Kak Azzam." Cicitnya.

Asya memejamkan matanya merasakan gelenyar sakit di hatinya.

"Kalian tahu ini masalah besar?" Tanya Asya, dengan suara bergetar.

Keduanya tampak mengangguk, bagai akan diterpa badai. Keduanya kalut kala melihat sorot mata Asya yang terlihat tenang. Mereka tahu ini adalah ancaman.

"Aku tahu, Mas Azzam belum ngelupain masalalunya,"

"Aku tahu, Mas Azzam masih cinta sama masalalunya."

Dada Asya naik turun, butuh keberanian untuk mengatakan hal itu sebenarnya. Air matanya sebentar lagi turun.

"Aku selalu penasaran siapa dia."

"Aku selalu berusaha nyari tahu, dan gagal." Asya diam sejenak, "Setelah tujuh bulan pernikahan kami, aku baru tahu siapa dia."

Luruh sudah pertahanannya, Asya kembali menangis. Ia menggigit bibir bawahnya, mencari kekuatan.

Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang