Jangan lupa vote dan komen♥️
Happy reading ...."Mas,''
Azzam melerai pelukannya, dan menatap Asya dengan penuh tanya.
"Kenapa malam itu Mas berani peluk-pelukan sama dia?" Tanya Asya.
Azzam tersentak, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Terus mesra-mesraan lagi?"
Azzam diam sejenak, ia menelan salivanya. "Dulu, dia sempat depresi. Berkali-kali dia mencoba bunuh diri. Kehilangan ibunya membuat Fania putus asa." Azzam mulai bercerita.
Asya mengerjapkan matanya, menutup mulutnya. Kaget dengan apa yang barusan di dengarnya.
Azzam membuang nafas berat, "Aku kaget pas dia bilang 'Aku mau mati' Aku takut dia ngelakuin hal berbahaya kayak dulu."
Asya ikut berempati, depresi. Setahunya, itu adalah penyakit yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Orang depresi bisa saja melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri.
Ternyata, hidup Fania semenyakitkan itu. Ia harus bersyukur karena masih memiliki orang tua lengkap.Asya memincingkan sebelah matanya, "Jadi, semua kata-kata Mas waktu itu-"
"Tidak sepenuhnya berbohong, aku cuma jaga perasaan dan mental dia. Dan malam itu memang khusus untuk kamu, tapi entah kenapa Fania datang sebelum kamu," seloroh Azzam.
Azzam menggenggam tangan Asya, menyorot matanya dalam. "Setelah kejadian ini, aku gak tahu kamu masih percaya sama aku atau enggak."
Azzam terkekeh, "Bahkan aku belum tau, kamu udah maafin aku atau belum."
Perlahan Asya melepas genggaman tangannya, pandangannya ia alihkan ke arah bunga-bunga yang tumbuh di dalam pot.
"Mas gak ingat, malam itu aku bilang apa!" Kata Asya dengan tenang.
Azzam menaikkan sebelah alisnya, mencoba mengingat kembali memori itu. Lama Azzam berpikir, tiba-tiba tubuhnya menegang. Ia menggeleng.
"Enggak, kamu gak boleh berhenti!" Ujar Azzam dingin.
Asya menghela nafas, lalu menatap Azzam lemah. "Dia, lebih butuh Mas kan?"
Dengan lembut Azzam memegang kedua bahu Asya dan menyorotnya dalam. "Kamu gak boleh berhenti!"
"Aku di sini berjuang untuk melupakan Fania, aku selalu berusaha agar bisa membuka hati untuk kamu. Sejauh ini, selama ini. Hanya untuk kamu." Azzam tertawa hambar, ia mengusap air matanya kasar.
Asya juga menangis, melihat Azzam menangis membuat dadanya terasa sesak.
Berkali-kali Azzam mencium tangan Asya. "Maafin aku, jangan berhenti. Ini bukan akhir. Tolong berjuang lagi."
Azzam memeluk Asya, menangis dalam pelukannya dengan sesenggukan.
Asya melerai pelukannya, ia tersenyum kecil. Tangannya mengusap air mata yang mengalir di pipi Azzam, kemudian mengangguk.
Senyum di bibir Azzam merekah, hatinya terasa hangat melihat anggukan istrinya. Ia sadar, kesalahannya memang fatal. Tapi ia tidak akan berhenti memperjuangkan cintanya. Kali ini tidak boleh gagal. Asya adalah miliknya. Bagian dari tulang rusuknya. Wanita yang harus ia lindungi.
"Termaafkan," ucap Asya.
"Terima kasih." Jawab Azzam. Ia mengecup kedua mata Asya bergantian. Dan kembali memeluknya.
Asya menenggelamkan kepalanya di dada Azzam, merasakan kenyamanan. Ia akan melanjutkan kisahnya kembali bersama Azzam. Berjalan berdampingan, menempuh sebuah jalan yang berliku nan tajam. Bukan cinta jika belum berjuang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)
Romans"Memalukan." ujar Azzam sinis, tatapannya datar. Asya tersentak, senyumnya memudar, ada apalagi dengan suaminya. Kenapa sikapnya selalu berubah. Apa katanya tadi 'memalukan' apa maksudnya. "Ma-maksud mas apa?" tanya Asya bingung. "Jangan pura-pura...