Bersyukurlah untuk hidup hari ini, karena kamu tidak akan tahu besok kamu masih diizinkan hidup atau tidak.
Di tempat lain siang ini Azzam sedang menunggu Fania di sebuah restoran dekat kantornya.
5 menit berlalu namun Fania belum juga terlihat yang membuat Azzam kesal di buatnya.
"Hai." sapa Fania dari arah belakang.
Azzam tetap tak bergeming, rasanya ingin sekali dia pergi namun kakinya seakan menahannya untuk tetap duduk.
"Ada apalagi?" tanya Azzam cuek.
Fania mengangkat bahu acuh seakan tak perduli dengan ucapan Azzam.
"Mau pesan makan dulu?" tanya Fania tak memperdulikan pertanyaan Azzam tadi.
Azzam berdecak kesal. "Ck, gak perlu basa-basi. Bilang yang mau kamu omongin!"
Fania tertawa hambar. "Haha, santai aja kali, aku cuma mau makan siang berdua aja sama kamu." jawab Fania sambil tersenyum, seakan ia tak punya dosa.
"Gak penting." Azzam bangun dari duduknya, belum sempat ia melangkah tangannya sudah dicekal lebih dulu oleh Fania.
"Urusan kita udah selesai." ucap Azzam tanpa berbalik.
"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, kali ini aja?" mohon Fania.
Azzam menghembuskan nafas berat dan kembali duduk. Fania yang melihat pergerakan Azzam pun tersenyum lebar. Setidaknya misi yang ia harapkan masih berjalan.
"Aku pesan makan dulu, kamu jangan nolak. Aku tahu kamu belum makan siang."
Fania memanggil salah satu pelayan dan memesan makanan, tentunya kesukaan Azzam.
Setelah pesanan datang, mereka berdua menyantap makanannya masing-masing. Karena Azzam pun tak bisa menolak, nyatanya perutnya lebih membutuhkan makanan.
Fania menatap Azzam lekat, "Val." panggil Fania dengan nada selembut mungkin.
Azzam menghentikan aktivitas makannya dan beralih menatap Fania. "Berhenti dengan panggilan itu!" ujar Azzam dingin.
Fania mengerutkan dahinya "Oke, Azzam."
"Jadi ada apalagi?" tanya Azzam to the point.
Fania meletakkan sendoknya dan melipat tangannya di atas meja.
"Aku mau kamu." jawabnya santai."Uhuk-uhuk," Azzam tersedak makanan yang dikunyah nya, mendengar penuturan Fania.
Entah apa yang di pikirkan mantan kekasihnya itu, sudah jelas-jelas Azzam sudah menikah. Bahkan mahasiswinya sendiri, tetapi Fania masih gencar mendekati Azzam.
"Cih, memalukan."
"Sama sekali tidak, karena dari awal pun kamu adalah milikku Val."
''Ups,"
Fania menutup mulutnya. "Maksudku Azzam. Dan sampai 'kapan pun' akan begitu." ucap Fania dengan penuh penekanan.
Azzam mulai jengah. "Kamu udah liat sendiri kan, aku udah menikah Fan. Bahkan dari awal pun kamu sendiri yang berkhianat."
Fania memutar bola mata malas, "Bahkan berulang-ulang aku udah jelasin sama kamu dan jawaban kamu tetap sama."
"Dan seandainya kamu jujur dari awal mungkin gak akan ada kesalahpahaman, Fan. Yang berulah dulu itu kamu." Azzam mulai diliputi rasa emosi ketika teringat penghianatan itu.
"Iya aku salah, waktu itu aku gak jujur dari kamu. Tapi apa kamu sadar, kamu aja gak pernah dateng ke orang tua aku. Seandainya waktu itu kamu datang ke rumah, perjodohan itu gak akan terjadi. Dan semua ini salah kamu." mata indah Fania mulai diliputi kilatan emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)
Romance"Memalukan." ujar Azzam sinis, tatapannya datar. Asya tersentak, senyumnya memudar, ada apalagi dengan suaminya. Kenapa sikapnya selalu berubah. Apa katanya tadi 'memalukan' apa maksudnya. "Ma-maksud mas apa?" tanya Asya bingung. "Jangan pura-pura...