Jangan lupa vote dan komen ❤️
Sekarang Azzam bisa bernafas lega, urusannya diluar kota sudah selesai. Kini dia sedang menemani Asya berjalan-jalan di sebuah taman.
Asya duduk disebuah tempat penuh rumput, berkali-kali ia menahan nafas. Sesak di dadanya semakin menjadi ketika melihat Azzam terus tersenyum. Ia jadi tidak tega, tapi mengingat kondisi Fania. Asya malah terus merasa bersalah.
Jahat sekali ketika dia memisahkan dua orang yang saling mencintai.
Setelah lama Asya memantapkan hati, mungkin hari ini adalah hari yang tepat. Dimana kedua orang yang sebenernya saling mencintai harus kembali dipersatukan.
Ya Allah kuatkan hamba, batin Asya.
Asya meremas bajunya, menahan gejolak dalam batinnya. Jantungnya berdetak lebih cepat. Bukan keinginannya, tapi dalam sebuah percintaan harus tetap ada yang berkorban.
"Mas!"
Azzam menoleh, ia tersenyum. "Butuh sesuatu?"
Asya mengeratkan cengkraman pada bajunya, Azzam seperhatian ini. Bagaimana bisa ia meninggalkannya.
"Asya minta maaf." Ujar Asya, ia menunduk dalam.
Azzam mengerutkan keningnya, ia merasakan ada sesuatu yang disembunyikan dari Asya. Bahkan dari minggu kemarin.
"Maaf untuk apa?" Tanya Azzam bingung.
Asya menyorot mata Azzam dalam, merasakan kehangatan dalam sorot matanya.
Asya membuang nafas, "Mungkin, selama ini hubungan kita salah." Kata Asya to the point.
Dada Azzam berdebar, pernyataan apalagi yang Asya lontarkan. Kenapa Asya selalu membuatnya bingung,
Azzam menelan ludahnya pahit. "Maksud kamu?" Tanya Azzam meminta penjelasan.
"Seharusnya, Asya gak egois. Harusnya Asya gak menerima ajakan Mas untuk melanjutkan hubungan ini." Suara Asya terdengar bergetar.
Nafas Azzam memburu, ia mencengkram bahu Asya.
"Gak ada yang salah, kita saling mencintai." Azzam menatap Asya tajam. Perkataan Asya benar-benar membuat emosinya tersulut.
"Justru dengan Asya egois, ada orang lain yang sakit. Dan itu karena Asya."
Azzam mendesis, "Sya, kita menjalani ini bukan dengan waktu yang sebentar. Banyak yang sudah dikorbankan, waktu dan perasaan."
Asya membuang muka, bahunya terlihat bergetar. "Dan Asya menyesal."
Azzam kembali menatap Asya. Ia tertawa hambar, hatinya sangat sakit bagai tertusuk ribuan pisau.
"Menyesal, lalu untuk apa kita bersama saat ini. Apa selama ini perjuangan kita gak ada artinya di hidup kamu." Azzam menaikkan nada suaranya, membuat Asya memejamkan matanya.
Ia tahu ini sangat sakit untuk Azzam. Tapi ia bisa apa, masa depan orang lain lebih penting saat ini. Lebih tepatnya kehidupan Fania.
"Bukan gitu Mas," Asya menyela, air matanya kembali tumpah membanjiri pipinya tanpa bisa ditahan.
Asya segera menyeka air matanya, ia menatap Azzam. Tatapannya melembut, "Mas harus mengerti, selama ini kita menyakiti perasaan orang lain."
Rahang Azzam mengeras, dia tahu orang yang dimaksud. "Bukannya Fania sudah meminta maaf, dia sudah ikhlas Sya."
Asya menggeleng, "Tapi dia depresi Mas, lihat ... Dia sakit, dia rapuh. Begitu banyak orang yang meninggalkannya." Ujar Asya keukeuh.
Azzam mengusap wajahnya, Asya sangat labil. Dia terlalu mementingkan orang lain hingga lupa akan perasaaannya sendiri. Dengan cara apalagi Azzam harus meyakinkannya Ya Allah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)
Storie d'amore"Memalukan." ujar Azzam sinis, tatapannya datar. Asya tersentak, senyumnya memudar, ada apalagi dengan suaminya. Kenapa sikapnya selalu berubah. Apa katanya tadi 'memalukan' apa maksudnya. "Ma-maksud mas apa?" tanya Asya bingung. "Jangan pura-pura...