38- Sedikit Mencair 🍁

1K 64 0
                                    

Jangan lupa vote


Perasaan Azzam benar-benar kacau saat ini. Bagaimana bisa Asya menolak pulang bersamanya dan tiba-tiba bersama pria lain.

Sebenarnya dalam hati kecilnya ia ingin mendengar penjelasan Asya, tapi untuk saat ini ia belum siap.
Biarlah nanti ketika hati dan otaknya mulai sinkron dengan keadaan.

Malam harinya Azzam ingin sekali keluar kamar, karena setengah hari di dalam kamar, ia memerlukan makan. Ketika Asya terus memanggilnya dari luar ia tak ingin menggubrisnyap, rasa kecewanya masih melekat dalam hatinya.

Pukul 10 tepat perut Azzam mulai terasa sangat lapar, dan sejak sejam yang lalu ia tak lagi mendengar suara Asya dari luar kamarnya. Ia pikir Asya sudah tidur di kamar tamu. Dan ia bisa leluasa makan di dapur.
Tapi ketika ia membuka pintu tanpa disangka ternyata Asya tertidur di depan pintu dengan menenggelamkan kepalanya di atas lutut. Ketika ia melihat ke arah samping ternyata ada nampan berisi nasi dan sayur yang sudah dingin. Pasti itu untuknya.

Azzam meringis, ia merasa berdosa karena telah membiarkan Asya hingga seperti ini. Ia tahu Asya salah dan ia sedang menghukumnya. Tapi hukumannya malah terlalu menyakiti Asya.

Azzam meneliti setiap inci wajah Asya, matanya bengkak, bibirnya pucat. Sepertinya Asya belum makan. Hatinya terasa tersentil, ternyata Asya senekat ini. Ia pikir Asya akan membiarkannya. Tapi dugaannya salah besar, ia akui Asya memang berbeda.

Tanpa menunggu lama Azzam membopong tubuh Asya ke dalam kamar, menidurkannya di ranjang. Ia membelai wajah cantik Asya, kenapa Asya harus berbohong. Kenapa tidak jujur saja, setidaknya ia akan mempertimbangkannya. Walau pada akhirnya ia tidak akan mengizinkannya.

Sebenarnya ia juga tidak tega mendiamkan Asya terlalu lama. Bukan hanya menyakiti Asya, tapi juga menyakitinya. Ia akui dirinya membutuhkan Asya.

Sebelum Adzan subuh berkumandang Azzam segera berangkat ke masjid, membiarkan Asya yang masih terlelap dalam tidurnya, ia kembali menatap wajah di depannya.

Azzam menghela nafas dan bergumam, "Maaf." walaupun ia yakin Asya tak mungkin mendengarnya.

Dan pagi-pagi ketika sarapan pun  Azzam benar-benar dibuat kesal kembali oleh ucapan Asya tentang Fahmi. Hatinya terasa nyeri kembali jika Asya terus membahas tentang dia. Walau ia tahu Asya hanya ingin mengklarifikasinya, tapi Azzam terlalu egois. Akhirnya ia kembali mengacuhkannya.

Sungguh tidak berperasaan.

***

Pagi ini Asya berangkat menggunakan motornya karena Azzam berangkat lebih dulu, tentunya masih dengan mode dingin.

Asya memasuki kelasnya, segera ia memasang wajah cerianya. Ia tidak boleh lemah, ia harus tetap terlihat bahagia di depan teman-temannya.

Ketika ia mendudukkan tubuhnya di bangku matanya tak sengaja bertumbuk pada mata Fahmi yang juga tengah menatapnya. Namun Asya segera memutus kontak lebih dulu. Rasanya ia tak mau lagi berurusan dengannya.

"Kemarin kamu jadi pulang bareng bu Fania?" tanya Syila sambil menyedot minumannya.

Asya menggeleng, "Enggak jadi."

"Loh ... terus kemarin pulang sama siapa?"

Asya diam sejenak, "Fahmi."

Syila dan Rachel membulatkan matanya terkejut, "Beneran." beo Syila dan Rachel bersamaan.

Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang