39- Namanya Anisa 🍁

1K 61 0
                                    

Ayah Aku Ikhlas
-Susi Eriyanti

Ayah ...
Aku ikhlas engkau pergi.
Aku ikhlas ketika Tuhan membawamu pergi.
Karena Tuhan lebih sayang kepadamu.

Ayah ...
Tapi bolehkah aku sedetik saja melihatmu.
Aku selalu berharap ... Tuhan mempertemukan kita dalam mimpi, ya semoga saja.

Ayah ...
Aku ingin seperti yang lain.
Aku ingin merasakan kasih sayangmu.

Aku ingin merasakan bermanja denganmu ... bermain bersama mungkin.
Atau bahkan jika nakal, aku ingin dimarahi olehmu.
Aku ingin bersandar di bahu kokohmu.
Aku ingin dibawa terbang di atas pundak atau punggungmu.
Aku ingin merasakan belaian lembut tanganmu di atas kepalaku.

Tapi siapa aku?
Aku hanya manusia biasa yang patut menerima takdir-Nya.
Tuhan telah berkehendak lain.
Dia membawamu bahkan sebelum kau bertemu denganku.

Maafkan anakmu yang belum bisa membuatmu bangga Ayah.

Dunia ini ... rintangan Ayah.
Terlalu banyak tipu daya.
Kau tahu ...
Aku tersesat Ayah.

Sulit ...
Ketika yang lain meminta bantuan Ayahnya.
Sedangkan aku ...
Sedih rasanya, aku merasa hidup sendiri.

Tapi tak apa Ayah
Anakmu ini kuat, sepertimu
Akan ku kirim dengan doa dan akan ku buat kau bahagia bahkan bangga terhadapku Ayah InsyaaAllah.

Salam rindu ingin jumpa Ayah









Hati Asya mencelos mendengar suara anak itu. Panas matahari tak mematahkan semangatnya menjajakan dagangannya. Sangat jelas terlihat keringat yang mengucur di pelipis dan dahinya.

Asya sedikit membungkuk mensejajarkan tubuhnya dengan anak itu, tanpa sungkan Asya mengusap keringat itu dengan tangannya yang bebas, ia tersenyum melihat anak itu diam tak merespon.

"Nama adek siapa?" tanya Asya, mengabaikan pertanyaan anak itu.

"Anisa." jawab anak itu pelan.

"MasyaAllah, nama yang cantik." puji Asya.

Anak yang bernama Anisa itu tersenyum lebar, menampilkan giginya, "Nama kakak siapa?" tanya balik Anisa.

"Nama kakak, Asya."

"Nama kakak juga cantik seperti orangnya."

Asya terkekeh pelan, "Terimakasih ... emm adek jualan?"

"Iya kak, barangkali kakak haus. Mau beli minumannya." tawar Anisa, senyum harapannya tak urung luntur dari kedua bibir mungilnya.

Asya meletakkan telunjuknya di bibirnya, "Boleh. Tapi ada syaratnya,"

Kening mungil itu mengerut, "Apa kak?" tanya Anisa penasaran.

Asya menunjuk kursi kosong di dekat mereka, "Temenin kakak minum sambil duduk di kursi itu, mau?"

Anisa mengangguk tanpa ragu, "Boleh, ayo kak." ajak Anisa antusias.

Akhirnya mereka berdua duduk di bangku yang menghadap ke arah jalan. "Kakak mau minuman apa?"

"Air mineral aja, deh."

Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang