49- Wanita lain 🍁

1K 58 2
                                    

Jangan lupa vote

Syila menatap wajah sang sahabat dengan dalam, wajahnya yang cantik mampu membuat para kaum Adam terpesona, bahkan tanpa polesan makeup sedikit pun.

Ia menghembuskan nafas berat, tatapannya teralihkan ketika ia melihat sebuah cincin di jari manis Asya. Itu adalah cincin pernikahan nya dengan Azzam.

Syila mengusap tangan Asya lembut, melihatnya tidur dalam kedamaian.

"Sya." bisik nya pelan.

Ia melihat pergerakan Asya yang mulai terusik. Matanya mengerjap menyesuaikan dengan cahaya lampu.

"Syila." Asya mengucek matanya dan perlahan duduk yang di bantu Syila.

"Makan dulu, Sya." Syila mengambil mangkuk yang berisi bubur dan menyendokkan nya ke dalam mulut Asya.

Asya menggelengkan kepalanya, ia menolak suapan yang di berikan sahabatnya. Satu makanan yang tidak ia sukai, bubur rumah sakit yang rasanya hambar.

"Aku belum lapar."

Syila menghembuskan nafas berat, "Mau sembuh gak?"

"Mau, lah."

"Makanya makan kalo mau sembuh!" dengan paksa Syila menyendokkan sesendok bubur ke dalam mulut Asya.

Dengan berat dan terpaksa Asya membuka mulutnya dan memakan bubur itu. Seketika pikiran nya teringat seseorang.

Dimana orang itu?

"Mas Azzam mana, Syil?" tanya Asya.

Syila berhenti mengaduk makanannya dan beralih menatap Asya.

"Dimana Syil, gak mungkin dia gak ke sini, kan." suara Asya terdengar serak, tidak mungkin suaminya akan tega membiarkan nya sendiri.

"Emm." Syila menunduk dalam, ia semakin memperkuat genggaman pada sendok di tangannya.

"Dia gak ke sini." cicit nya.

Pupus sudah harapan Asya, sebenarnya ada apa dengan suaminya ini. Kenapa ia jadi seperti ini, adakah ia mempunyai salah hingga suami nya berubah. Dimana Azzam yang kemarin, Azzam yang selalu setia menemani nya, Azzam yang selalu memberikan perhatian dan guyonan kecil padanya. Rasanya sakit sekali tidak di pedulikan lagi.

Dengan sigap Syila menepuki punggung sahabatnya. Ia tahu, bahkan sangat tahu apa yang di rasakan sahabatnya. Ia memberikan kekuatan kepadanya dengan sebuah pelukan.

"Syil, aku mau pulang aja." kata Asya parau.

"Kamu gak mau tungguin suami kamu dulu?" ucap Syila hati-hati. Takut menyinggung perasaan sang sahabat.

Asya menggeleng kuat, "Aku udah sehat, aku mau ketemu mas Azzam. Mau pulang Syil?" mohon Asya, ia tak peduli lagi jika Syila akan mengira nya cengeng.

"Yaudah kita pulang, tapi kamu abisin dulu bubur nya!"

Asya mengangguk pelan, akhirnya Syila mengukir senyum terbaiknya. Ia merasa senang dan bersyukur dapat membujuk Asya untuk makan, walau ia tahu jika Asya tak menyukai makanan rumah sakit.

Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang