72- Makan 🍁

874 60 3
                                    

Jangan lupa vote dan komen.
Happy reading ♥️








Semua akan ada masanya, tidak semua orang yang ada di hidupmu saat ini akan terus sepanjang masa bersamamu. Tidak. Sebagian besar atau kecil orang akan pergi meninggalkanmu, atau mungkin kamu yang meninggalkan mereka. Manusia memiliki fase kejenuhan dan kebosanan dalam sebuah hubungan, selama apa pun itu. Jika bukan sikapnya yang berubah, pasti perasaannya. Dan biasanya ... Sikap selalu mengikuti perasaan. Jadi intinya, belajarlah terbiasa jika ada temanmu, sahabatmu, saudara atau bahkan pasanganmu yang ingin pergi darimu. Jangan ditahan, biarkan dia bebas, jangan memaksa seseorang yang tidak ingin hidup bersamamu.

-Author





















Azzam duduk di kursi kebanggaannya dengan menopang dagu. Mengingat kata-kata yang ia ucapkan untuk Fania malam itu di puncak.

Flash back

"Enggak Fan, kamu masih ada di hati aku. Kamu tahu, selama enam tahun itu pula aku merindukan kamu. Kecewa ku mungkin besar. Tapi sayang aku lebih besar dari benci ku sama kamu."

Fania kembali menangis, "Hiks-hiks-hiks, aku gak mau sendirian lagi. Aku sakit Azzam."

Azzam mengangguk, ia memeluk Fania, mencium kepalanya berkali-kali. Air matanya terus mengalir, ia menyesal telah meninggalkan gadisnya sendirian bersama luka yang membuatnya kuat sampai saat ini.

"Kamu wanita kuat, aku di sini buat kamu," bisik Azzam lirih.

Bayangan itu semakin jelas, perasaannya kepada Fania telah hilang, seiring dengan waktu rasa kecewanya pun sudah terkubur. Tapi ada rasa bersalah yang hadir saat ini.

Melihat Fania hatinya memang biasa saja, tidak ada debaran yang ia rasakan seperti dulu. Semua tampak biasa saja. Tapi ia memang masih menyayanginya, sebagai teman.

Ketika pulang dari puncak, pagi itu ketika ia melihat tenda Asya. Ternyata Asya sudah pulang lebih dulu bersama rekannya yang lain, akhirnya ia pulang bersama Fania. Di sepanjang perjalanan pun mereka hanya diam, tak membahas apapun.

Dan ia kaget kemarin, ketika Fania meminta maaf kepada Asya dan dirinya. Azzam tahu, Fania memang wanita baik-baik, perangainya sangat disukai oleh siapapun sejak dulu. Hanya saja, nasibnya kurang beruntung. Dulu ditinggal Ibunya, dan sekarang ia juga meninggalkannya. Tapi apa yang menyebabkannya hingga mau meminta maaf, bukannya dulu Fania sangat gencar mengejarnya, meskipun dia tahu jika Azzam sudah memiliki istri.

Azzam mengusap wajahnya, satu sisi ia beruntung memiliki Asya. Tapi di sisi lain, ia juga khawatir kepada Fania.

Tapi sekarang masalahnya sudah selesai, Fania berani meminta maaf walaupun ia tahu jika dia sangat terluka, harapannya ia patahkan, kepayahan selama enam tahun sia-sia. Andai waktu itu ia mengingat Gavin. Mungkin semua akan tetap baik-baik saja.

Helaan nafas Azzam berhembus ke udara, membentuk karbondioksida.

Ketika kita mempunyai tujuan, akan ada hal yang harus dikorbankan. Seperti waktu contohnya, kita perlu memakan waktu untuk bisa mencapai titik ikhlas dalam bersabar. Tidak mudah, bahkan orang paling sabar pun harus berkali-kali menahan helaan nafas berat. Tapi Azzam yakin, apapun yang ia lakukan saat ini adalah jalan terbaik yang Allah berikan.

Ketika Allah mengambil sesuatu yang sangat kita sukai dan cintai. Bukan Allah tak sayang lagi, bukan Allah tak peduli. Justru Allah sedang menguji kita, apakah kita bisa kuat menerima ujjan tersebut. Dan ... Jangan sedih hingga berlarut, karena apa? Karena Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik, dengan yang mulia. Selalu berprasangka baik kepada Allah. Karena prasangka Allah adalah prasangka hamba-Nya.

Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang