Banyak tamparan yang membuatku terus bertahan, ternyata mereka benar. Cinta memang tidak harus memiliki, tapi setidaknya cinta harus tetap diperjuangkan. Apapun akhir dari kisahnya.
Asya Aqila Khoirunissa
Asya terlihat menghela nafas berkali-kali, matanya terus memandang jalanan sore yang cukup padat. Sesekali keningnya tampak berkerut, mungkin kejadian tadi menjadi buah pikir untuk Asya.
Azka sadar, adiknya itu selalu memikirkan semua hal dengan matang. Dia tidak akan mengambil keputusan dalam waktu sempit, dia juga bukan tipe orang yang mudah menyerah. Asya sangat paham, bahwa mengambil keputusan ketika dirinya sedang dalam keadaan tidak stabil dan marah adalah hal bodoh. Kali ini ... Ada yang berbeda.
"Dek," panggil Azka.
Asya menoleh, meminta penjelasan.
Azka berdehem, "Kamu gak mau mampir kemana dulu gitu?" Tanya Azka.
"Enggak, kenapa?"
"Kali aja, mau beli apa,"
Asya menggeleng, tidak ingin memperpanjang percakapan, Asya kembali bungkam.
"Yang tadi itu, sahabat kamu yang dulu sering ke rumah kan?" Tanya Azka.
"Iya, Rachel sama Syila." Jawab Asya.
Azka menggangguk, ia mengetuk-ngetukkan jarinya ke setir.
"Rachel itu yang agak pendek ya?"
Asya mengalihkan pandangannya ke arah Azka, menyorot matanya curiga.
"Iya, kenapa?" Tanya Asya seperti mengintimidasi.
Azka dibuat gugup karena tatapannya, "Gak, cuma nanya aja." Jawabnya santai.
Suasana mobil kembali hening, Azka tidak ingin lagi membuka percakapan. Asya sedang tidak baik-baik saja, ia tidak ingin merusak moodnya kembali.
Pikiran Asya kembali melayang ketika mengingat perkataan Syila dan Rachel. Asya sudah ingin menyerah, bahkan ia sudah mengizinkan Azzam untuk kembali kepada Fania. Semudah itu ia melepas seseorang yang sudah dalam genggaman. Asya mengusap wajahnya, beristighfar berkali-kali semoga mendapat ketenangan.
Mobil Azka terparkir di pekarangan rumah milik orang tuanya. Asya segera turun dari mobil. Ia menarik nafas panjang, lalu segera berjalan menuju pintu, tidak lupa sebelum masuk, membaca doa terlebih dahulu.
بِسْمِ اللهِ وَلَجْنَا، وَبِسْمِ اللهِ خَرَجْنَا، وَعَلَى رَبِّنَا تَوَكَّلْنَا،
“Bismillahi walajnaa wa bismillahi kharajnaa wa alallaahi rabbina tawakkalnaa”
Artinya: “Dengan nama Allah, kami masuk (ke rumah), dengan nama Allah, kami keluar (darinya) dan kepada Tuhan kami, kami bertawakkal”.
Asya berjalan gontai ke arah ruang tamu, tiba-tiba langkahnya terhenti. Jantungnya berdegup kencang, rotasi bumi seakan berhenti berputar. Kepalanya sedikit pening, mata teduh itu. Asya memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia kembali berjalan menuju kamarnya, tak menghiraukan tiga orang di ruang tamu itu.
Untuk apa lelaki itu datang ke sini, batin Asya.
"Dek!" Panggil Abi nya.
Asya memejamkan matanya, kenapa pula Abi memanggilnya, harus bereaksi apa ia saat ini Ya Allah.
Asya membalikkan badannya, ia harus bisa melawan rasa sakit ini.
"Sini!" Perintah Riqad.
"Abi," Asya ingin sekali protes sebenarnya, tapi ia urungkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)
عاطفية"Memalukan." ujar Azzam sinis, tatapannya datar. Asya tersentak, senyumnya memudar, ada apalagi dengan suaminya. Kenapa sikapnya selalu berubah. Apa katanya tadi 'memalukan' apa maksudnya. "Ma-maksud mas apa?" tanya Asya bingung. "Jangan pura-pura...