27- Sabar 🍁

967 68 0
                                    

Jadikan pengalaman sebagai kenangan untuk kita berkaca. Apakah kita akan akan lebih baik di masa depan atau sebaliknya.



"Maaf." ucapan Azzam tiba-tiba membuyarkan pikiran Asya.

"Maaf, karena aku buat kamu nungggu," Azzam menundukan pandangannya. Enggan menatap Asya ataupun pemandangan lainnya.

Nyatanya hanya menatap ujung sepatunya saja dia tak mampu menahan rasa bersalahnya.

"Maaf. Mungkin sampai saat ini aku belum mencintai kamu, dan maaf atas sikapku," Azzam merasa sangat bersalah.

Sangat manis,
Perhatian,
Bikin baper,
Tapi sayang belum ada cinta.
Batin Asya bermonolog.

Dan sudah Asya duga, ia hanya memastikan. Ia akui melupakan seseorang yang dicintai memang sulit. Tapi berusaha mencintai ternyata lebih sulit. Dan ia paham akan hal itu. Perasaan memang tidak bisa dipaksakan.

"Maaf, karena sampai saat ini masih membuatmu menunggu."

Sebenarnya Azzam pun tak tahu dengan perasaannya saat ini. Jika ia mengatakan cintanya sekarang ia tak yakin itu memang cinta. Karena yang ditakutkan adalah, jika ia malah menyakiti hati gadisnya itu. Sedangkan perasaannya kepada Asya hanyalah kagum bukan cinta.

Asya menyesal? Ya tentu saja.

Menyesal karena telah memberikan pertanyaan yang bahkan dirinya sudah tau jawabannya.

"Maaf karen,"

"Stop, mas!" potong Asya, menghentikan ucapan Azzam.

Ia tak mau lagi mendengar kata maaf, Azzam tidak bersalah, hanya dirinya yang kurang bersabar menunggu.

"Mas gak salah, justru Asya yang harusnya minta maaf. Gak seharusnya Asya nanya gitu, harusnya Asya yang lebih ngertiin mas lagi, dan lebih sabar lagi."

Azzam menghela nafas berat, jika sudah begini mau bagaimana.

"Apa kamu udah bisa buka hati kamu buat aku?" tanya Azzam.

Asya membeku dengan pertanyaan yang ditujukan kepadanya, apakah dia harus jujur jika sebenarnya dia sudah bisa menerima Azzam dan bahkan dengan mudahnya nama suaminya sudah tertancap di dalam hatinya.

"Mu-mungkin." jawabnya ragu.

Azzam terperangah mendengar jawaban Asya, jadi ternyata selama ini, "Secepat itu." kata Azzam tak percaya.

Asya menganggukan kepalanya ragu.

"Tapi kita baru menikah satu bulan." ucap Azzam lagi, rasanya tak menyangka Asya bisa secepat itu menyukainya.

"Mudah bagi Asya mas, karena orang-orang yang ada di hati Asya hanya umi, abi, dan kak Azka. Mereka akan selalu ada di sini, dan mas Azzam dengan mudahnya juga masuk di sini" Asya menepuk dadanya pelan lalu bibirnya terangkat membentuk senyuman.

Azzam cukup terpaku sebenarnya, "Semoga Allah cepat membukakan hatiku, untukmu." ucap Azzam akhirnya.

Asya mendongakan kepalanya, "Dan aku akan sabar menunggu." jawab Asya pelan.

Azzam menarik Asya ke dalam pelukannya dan mendekapnya, memberikan kekuatan agar terus menunggu sampai waktu itu tiba.

Asya yang mendapat perlakuan itu hanya bisa diam. Perlakuan dan ucapan Azzam jauh berbeda.

Perlakuannya yang manis selalu membuat Asya berharap lebih dan lebih, tapi ucapannya justru sangat bertolak belakang. Entahlah ia pun tak mengerti, dia hanya berharap semoga suaminya cepat melupakan masalalunya.

Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang