20- Maaf 🍁

1.2K 86 0
                                    


Biar waktu yang merubah perasaan, kita hanya perlu menunggu waktu itu tiba.




Setelah kejadian yang membuatnya berdebat merebutkan troli, akhirnya Azzam berjalan lebih dulu meninggalkan Asya di belakang.

Matanya terus menjelajahi barang-barang yang ada di rak, langkahnya berhenti dan melihat ke arah belakang, kosong. Kemana istrinya itu. Bukankah tadi berada di belakangnya.

Ah, dia lupa. Tadi kan, dirinya meninggalkan Asya, ia kira Asya mengikutinya di belakang.

Astagfirullah kenapa dia bisa teledor terhadap tanggung jawabnya.

Akhirnya Azzam kembali ke tempat dimana tadi dia meninggalkan Asya. Dan yah, di sana Azzam melihat Asya yang sedang berbicara dengan seorang laki-laki ... sepertinya dia mengenali laki-laki itu.

Yah laki-laki itu adalah Fahmi, Azzam ingat Fahmi adalah teman Asya, seperti yang Asya bilang ketika acara resepsi waktu itu.

Laki-laki itu tertawa di depan Asya, entah apa yang mereka bicarakan. Karena kesal Azzam menghampiri keduanya, ketika sampai di hadapan keduanya Azzam melayangkan tatapan datar ke arah Fahmi dan menggenggam pergelangan tangan Asya dan mengajaknya pergi.

Entah mengapa melihat tatapan yang diberikan Fahmi kepada istrinya berbeda, dan Azzam tidak suka jika istrinya di pandang seperti itu oleh orang lain.

Tunggu, Apakah dia cemburu
Jawabannya tentu tidak, dia hanya menjalankan amanah untuk menjaga Asya dan bertanggung jawab sepenuhnya.

Azzam berhenti dan melepaskan genggaman tangan Asya.

"Udah beres kan, belanjanya?" tanya Azzam datar.

"Udah mas." jawab Asya.

"Kita pulang!" kata Azzam dingin sambil mendorong troli ke arah kasir, untuk membayar belanjaannya.

"Hah." Asya diam, sepertinya Azzam marah gara-gara dirinya tidak mengikuti Azzam dan malah mengobrol dengan Fahmi.

Setelah membayar belanjaan Azzam dan Asya keluar dari Supermarket untuk pulang.

***

Semenjak kejadian di Supermarket Azzam lebih banyak diam, bahkan sampai rumah pun tidak ada pembicaraan di antara keduanya. Seperti ada sekat yang menghalangi keduanya. Asya yang memilih bungkam disepanjang perjalanan pulang membuat Azzam enggan untuk bertanya.

Lama-lama Asya pun merasa bersalah karena telah membiarkan suaminya.

Ketika memasuki kamar, Asya mencoba bertanya kepada Azzam.

"Mas."

Azzam yang akan melangkah ke kamar mandi, berhenti sejenak.

"Ada apa?"

Asya menarik napas terlebih dulu, semoga pertanyaannya tidak menyinggung perasaan suaminya.

"Mas marah sama Asya?" Tanyanya sambil menunduk, tak berani melihat ke arah Azzam.

"Tidak." jawab Azzam dingin dan melanjutkan langkahnya ke kamar mandi untuk berwudhu.

"Tapi mas," belum sempat dia melanjutkan kata-katanya Azzam lebih dulu menyela.

"Sebentar lagi Dzuhur, sebaiknya kamu siap-siap untuk wudhu!"

Asya mematung ditempat, bingung dengan sikap suaminya, akhirnya dia mengalah. Lebih baik menyiapkan alat solatnya.

Azzam dan Asya menunaikan solat Dzuhur berjamaah, setelah selesai Azzam lebih memilih berkutat dengan laptopnya, dan Asya memasak di dapur.

Setelah selesai memasak Asya kembali ke kamar dan menemukan Azzam yang masih fokus dengan pekerjaannya. Dengan ragu, Asya menghampirinya dan memberanikan diri menepuk pundak suaminya lembut. Untuk melakukan hal itu pun Asya harus berperang dulu dengan pikirannya.

Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang