56- Gendut🍁

824 57 0
                                    

Semangat puasanya kuy❤️

Gue tipe orang yang kalo udah minta tolong atau kasih nasihat di bodo amatin, atau gak diperduliin, yaudah gak pa-pa.

Gue khawatir, apa yang dia lakuin ke gue bakal dia rasain di masa depannya nanti.

Lo tahu, dunia itu bukan tipu-tipu. Tapi timbal balik. Apa yang lo lakuin hari ini ke orang lain, bakal lo dapetin suatu saat nanti.

Jadi ... sebisa mungkin berbuat baiklah

Author


Asya memejamkan matanya di balik selimut tebalnya. Ia meringkuk membelakangi Azzam. Ia masih kesal dengan ucapan suaminya di taman tadi.

Gendut.

Itu adalah kata-kata menyakitkan bagi Asya, atau bahkan bagi semua wanita yang mengharapkan tubuh ideal.

Bukan ia tak bersyukur, tapi terkadang manusia lupa. Hanya sekedar dari sebuah perkataan, bisa menyebabkan seseorang berubah sikap. Bahkan sampai mentalnya terganggu.

Contohnya ketika kita tak sengaja, atau dengan sengaja mengatai dan mengejek fisik seseorang. Belum tentu orang itu akan baik-baik saja ketika mendapat perkataan yang melukai hatinya.

Insecure. Di jaman ini kita sering mendapati kata tersebut, ketika seseorang kehilangan rasa percaya dirinya. Ketika seseorang merasa dirinya rendah. Hal ini bisa saja disebabkan karena perkataan orang di lingkungannya yang tak sengaja mengatakan sesuatu hal yang kurang pantas untuk diucapkan.

Dari sini kita belajar betapa pentingnya mencintai diri sendiri dengan apa adanya. Belajar menerima kekurangan, yakin bahwa di setiap kekurangan yang ada dalam diri kita pasti Allah selalu menitipkan kelebihan. Apapun itu. 

Ketika kita menghina fisik manusia lain, berarti sama saja kita menghina sang pencipta makhluk. Naudzubilahhimindzalik.

"Sya, kamu masih marah?" tanya Azzam.

Terdengar helaan nafas berat dari balik selimut, "Enggak." jawab Asya pelan.

Azzam menggigit bibirnya, "Kamu gak gendut, kok. Aku cuma bercanda tadi. Aku pikir kamu gak bakal semarah ini."

"Gak pa-pa, kamu gak salah. Aku aja yang baperan." jawab Asya.

Mendengar perkataan Asya, Azzam semakin merasa bersalah. Harusnya ia bisa mengontrol ucapannya.

"Aku bener-bener gak bermaksud."

Asya membuka selimut yang menutupi tubuhnya, lalu tersenyum ke arah Azzam.

"Aku gak marah, udah malem. Ayo tidur, besok kuliah!" Asya bersiap menutup selimutnya kembali, namun tangan Azzam segera mencegah, membiarkan Asya tetap tanpa selimut.

"Buktiin kalo kamu udah gak marah," pinta Azzam.

Kening Asya mengerut, "Mas mau bukti apa?"

"Ya, terserah. Apa aja,"

"Mas Azzam aneh, udah dimaafin masih mau bukti."

Azzam menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Maksudnya biar aku yakin kalo kamu udah gak marah sama aku."

Asya memincingkan sebelah matanya, "Emang mas Azzam gak percaya,"

"Ya, percaya." jawab Azzam tak yakin.

Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang