42- Jalan 🍁

884 59 0
                                    

Jangan lupa vote☆



Mata Asya berbinar melihat pemandangan di depannya, taman yang ditumbuhi bunga-bunga menambah pesona alam menjadi lebih hidup.

"Suka," ucap Azzam.

"Suka."

Azzam memetik satu tangkai bunga mawar merah dan memberikannya pada Asya dengan kaki kanan di tekuk dan satu lagi menahan tubuhnya.

"Aku Padamu Ya Ukhti." ucap Azzam.

Asya mengerjapkan matanya, perlakuan Azzam membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Wajahnya mulai memerah menahan perasaan bahagia di hatinya.

Ia meraih mawar merah di tangan Azzam dengan tangan sedikit gemetar.

"Aku Padamu Ya Akhi." balas Asya sambil menunduk menahan rasa bahagianya.

Azzam berdiri dan menyetarakan tubuhnya dengan Asya.

"Sya," panggil Azzam.

Asya mengangkat kepalanya, pandangannya langsung tertumbuk dengan mata Azzam.

"Dasar akang gombal." dengus Asya dengan memalingkan wajahnya ke arah lain.

Azzam terkekeh, "Tapi seneng, kan."

"Gak, receh soalnya." jawabnya jutek.

"Hahaha ... mending jadi akang gombal kan daripada neng judes." sindirnya.

Asya berdecih, "Pedenya."

"Harus dong." jawab Azzam.

"Biasa aja, pedenya."

"Pede itu jangan setengah-setengah, nanti insecure, loh."

Asya melipat tangannya di dada, "Iya, terserah akang gombal aja, deh."

"Neng nya jangan judes-judes dong!"

Mata Asya mendelik tak suka dengan panggilan itu, "Mas belajar gombal dari siapa sih?" tanya Asya ketus.

Azzam diam sejenak, "Dari ... google." jawabnya polos.

Sontak Asya membulatkan matanya.

"Beneran."

"Iya, sebenarnya cuma hasil gabut aja."

Asya tersenyum kecil, jadi hanya hasil gabut. Ia kira memang dari hati Azzam. Memang berharap kepada manusia itu terkadang menyakitkan. Menunggu balasan cinta itu ... tak semudah menjatuhkan rasa pada seseorang.

"Kenapa?" tanya Azzam ketika melihat perubahan raut wajah Asya.

"Gak pa-pa ... cuma lagi mikir aja."

Kening Azzam berkerut, "Mikirin apa?"

Asya mengulum bibirnya, "Aku gak tahu apa yang bakal terjadi suatu saat nanti di antara kita." Asya menatap Azzam dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Maksudnya?"

"Suatu saat ... pasti akan datang hari dimana ketika kita harus memilih. Menetap atau pergi, dua pilihan yang terkadang membuat kita selalu berpikir. Kenapa harus memilih."

Topik pembicaraan mulai berat, Azzam memilih bungkam. Membiarkan Asya mengungkapkan isi hatinya.

"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, kita gak tahu Allah bakal misahin kita dengan cara apa. Tapi yang jelas ... maut itu gak ada yang tahu."

Azzam membawa Asya ke dalam pelukannya, mendekapnya dengan nyaman. Ia membiarkan dagunya bertumpu di kepala Asya.

"Aku berharap, semoga Allah memberikan waktu panjang untuk kita tetap bersama." ujar Azzam.

Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang