67- Pulang 🍁

1.1K 56 2
                                    

Hai, Assalamualaikum temen-temen.
Maaf ya, nunggu update lama.
Mau curhat dikit nih, hehe. Boleh ya..
Jadi kemarin tuh, saya mau up tuh, eh, tiba-tiba mati listrik. Gak jadi deh, karena di daerah saya kalo mati listrik, juga gak ada jaringan. Jadi susah sinyal. Maklum lah, ya pelosok hehe.
Dan paginya pas, semua udah membaik. Saya udah siap mau update, pas buka draft Wattpad tiba-tiba cerita saya ilang sebagian.
Innalilahi, saya nyesek banget tuh, 3 hari nulis, mikirin feel alur cerita biar gak ngebosenin, taunya malah ilang. Padahal udah hampir 1500 kata, sisa 800 kata, riwayat revisi pun ngaco, jadi saya susah benerin.
Its ok lah, saya masih sabar, saya mikir lagi. Masa nyerah. Dan akhirnya Alhamdulillah hari ini saya bisa nyelesein lagi, dan Masya Allah nya kali ini saya bener-bener butuh waktu singkat buat nulis 700 kata. Ada gambaran juga dari tulisan yang ilang kemarin walaupun ada 30% perbedaan alur.
Kebayang gak tuh, berusaha ngejar target, ngfeel cerita lagi. Jadi mohon maaf ya, kalo cerita saya sering ngawur atau gak dapet feel. Kalo ada kritik dan saran silakan tulis di kolom komentar.
Btw, part ini selesai pagi, tapi saya update sore karena kendala kuota. Jadi mohon sabar ya🙏😂

Terima kasih ♥️
Happy reading...
Jangan lupa vote ya😜











Saya kira gunung itu selalu memberi keindahan, tapi ternyata tidak. Gunung juga bisa memberi luka.
Terlalu berekspektasi tinggi membuat saya sadar, bahwa tidak semua apa yang diinginkan akan menjadi kenyataan.
Dari sini, saya kembali mendapatkan pelajaran, bahwa setiap harapan akan mendapatkan jaminan, entah itu bahagia atau kecewa.

Asya menutup bukunya, ia memandang keluar jendela. Rintik hujan membasahi tanah, daun yang tadinya layu kini kembali segar. Sudah dua hari ia hanya mengurung diri di kamar setelah peristiwa menyakitkan di puncak.

Asya menyandarkan pipinya di atas bantal, memejamkan matanya merasakan hembusan nafasnya yang teratur. Bayangan wajah Azzam yang selalu menemaninya setiap malam. Mengingat semua perlakuan manis, bahkan kasarnya dulu.

Kata-katanya yang manis sering kali membuatnya terbuai, tatapannya yang meneduhkan menjadi candu baginya. Semua perlakuan baiknya menjadi kenangan tersendiri di dalam benaknya.

Asya kembali menangis, tangis tanpa suara yang membuatnya sesak.

Kenapa semuanya terjadi begitu cepat, batin Asya

Asya mengeratkan pegangannya pada pulpen di tangannya, meluapkan rasa sakitnya.

Ia menyesal, menyesal karena telah menjatuhkan cintanya pada seseorang yang tidak mencintainya, seseorang yang tidak mengharapkan.
Ia menyesal karena telah berharap terlalu banyak kepada manusia yang jelas pasti akan membuatnya kecewa.

Ia benci ketika mengingat semua angan-angannya tidak lain hanyalah tipuan semata. Lalu untuk apa dirinya hingga saat ini masih menunggu. Bahkan dirinya pergi pun dia tak mencarinya. Dia bahkan mungkin sudah tidak peduli.

Asya merasa menjadi manusia paling bodoh sekarang. Ingin sekali Asya menertawakan dirinya sendiri. Betapa menyedihkannya ia saat ini. Dibodohi oleh suaminya sendiri selama pernikahan. Orang yang ia anggap baik justru malah sebaliknya, sakit sekali dikhianati oleh suaminya sendiri. Atau bahkan mungkin bukan Azzam yang membodohinya, tapi justru Asya yang tidak sadar diri.

Dan lebih miris lagi ketika sahabatnya juga ikut membohonginya, benar-benar diluar dugaan.

Asya mengusap air matanya, menangis membuat hidungnya tersumbat, sulit bernafas.

Asya diam sejenak, ia menatap langit-langit kamarnya dengan sendu.

Mengingat bagaimana Azzam dulu berkomitmen dengannya, dia yang menyuruhnya menunggu. Menunggu untuk dia mencintainya. Menunggu dengan waktu yang cukup lama.

Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang