40- Baikan 🍁

1K 64 0
                                    

Bukan dia yang menyakitimu, tapi harapan semu yang membuatmu sakit.



Disinilah Asya berada, ruangan bernuansa putih dengan bau obat-obatan yang membuat sebagian orang mual jika menciumnya. Tubuh Asya terbujur lemah di atas ranjang rumah sakit, wajah cantiknya terlihat sangat pucat, selang infus yang tertanam di punggung tangan kanannya menggambarkan jika ia tidak sedang baik-baik saja.

Berbeda dengan Anisa, gadis kecil itu sudah menangis sesenggukan di sampingnya. Tangan kecil Anisa menyentuh pergelangan tangan Asya, menatapnya dengan sendu. Takut hal buruk terjadi, padahal Dokter sudah mengatakan jika Asya hanya kelelahan, dan telat makan, alhasil maagnya kambuh.

"Kak Asya bangun, Nisa takut." ucap Anisa dengan suara bergetar, matanya sudah bengkak akibat menangis terlalu lama.

Suara telepon berbunyi nyaring membuat Anisa berjengit kaget.
Ia melihat ke arah tas punggung Asya, suaranya dari dalam sana, tapi Anisa enggan membukanya. Ia takut, terlebih itu bukan barang miliknya. Akhirnya ia hanya membiarkannya berbunyi tanpa berniat menyentuhnya.

Deringan ponsel itu terhenti sampai tiga kali berdering, Anisa masih enggan membuka tasnya. Ia pikir itu bukanlah haknya, jadi ia tak pantas menyentuhnya tanpa meminta izin kepada pemiliknya. Sampai ketika ada seorang suster memasuki ruangan tersebut dan melihat Anisa yang hanya diam membiarkan panggilan itu.

"Kenapa gak di angkat dek?" tanya suster itu, menatap Anisa lembut.

Anisa menggeleng. "Itu bukan punya Nisa, kata ibu gak boleh sentuh barang orang lain kalo belum izin sama pemiliknya, tante." ucap Anisa ramah.

Suster yang bernama Dinda itu tersenyum mendengar ucapan itu. Menurutnya anak kecil yang menyebut dirinya Anisa ini benar-benar berbeda. Orang tua anak ini sepertinya mendidiknya dengan sangat baik, terbukti dari caranya berbicara.

Suster Dinda mengusap kepala Anisa dengan sayang. "Memangnya dia siapanya Anisa?" tanya Dinda.

"Namanya kak Asya, tadi baru ketemu di jalan. Kak Asya ini baik banget sama Nisa," ucap Anisa, tanpa sadar bibirnya kembali tersenyum.

Deringan telepon kembali membuyarkan percakapan mereka.
Dinda menghela nafas, takut jika yang menghubungi adalah keluarganya.

"Teleponnya di angkat aja, ya." pinta Dinda.

Anisa mengenyitkan dahinya. "Tapi, kan."

Dinda memberikan senyum menenangkan. "Gak pa-pa, takutnya keluarganya. Nanti kalo mereka nyariin gimana?"

Anisa kembali berpikir, "Yaudah gak pa-pa." putusnya.

Dinda mengambil ponsel di tas Asya dan mengangkat panggilan tersebut, tertera nama Mas Azzam. Ia menggeser tombol hijau, hingga terdengar suara bariton dari seberang.

"Hallo Sya." terdengar suara Azzam dengan nada panik.

"Dengan keluarga pasien?"

Hening beberapa detik.

"I-iya."

"Nona Asya sedang dirawat di rumah sakit Jaya Harapan."

Belum ada jawaban.

"Hallo," ucap Dinda menginterupsi.

"Baik, saya akan ke sana sekarang."

Tutt

Panggilan terputus, Anisa menatap suster Dinda dengan tatapan bertanya.

"Gimana tante?" tanya Anisa cepat.

Aku Padamu Ya Ukhti (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang