"Baru mau tante bangunin, eh udah bangun."Luna bergegas bangun begitu melihat Velina dan Revina tengah menatapnya tidur tadi. "Minum dulu airnya." Revina menawarkan minum. Kemudian Luna menatap sekeliling ruangan.
"Ini di rumah Gema." Velina tersenyum. "Dia khawatir banget sama kamu, makanya dibawa ke sini minta tante jagain kamu."
"Oh ya, tante ke sini tadinya mau ngajak kamu makan malem di bawah. Cuma kamunya masih tidur jadi tante bawain makanannya ke sini."
"M-Maaf Luna ngerepotin,"
"Nggak, gak ngerepotin. Tante malah seneng kamu tinggal di sini. Gimana kalo tante suruh Gema kemas barang-barang kamu yang di kosan? Kamu tinggal di sini aja."
"Ehh jangan terlalu dipikirin, tante gak serius ngomongnya kok. Semua keputusan ada di kamu. Kalo kamu mau tinggal di sini tante dengan senang hati nerima kamu, kalo gak mau tante gak bakal maksa." Luna tersenyum tipis. Velina memberikan bubur yang diambilnya dari nakas.
"Sekarang kamu makan dulu, nanti diminum obatnya. Tante suapin apa makan sendiri?" Luna tidak menjawab lagi, Velina pun berinisiatif memberikan mangkuk buburnya. Semenjak pulang dari rumah sakit, Luna yang sekarang lebih banyak diam dan menjawab seperlunya. Mungkin Luna butuh waktu untuk menyendiri.
"Tante tinggal kalo gitu, ya? Kalo butuh apa-apa bilang. Anggep aja rumah sendiri." Velina tersenyum lalu beranjak pergi.
Pelan-pelan Luna menyuapi dirinya sendiri sembari menangis. Selalu teringat tentang ayahnya kini malah memikirkan sosok ibu yang baik seperti Velina. Betapa senangnya Gema mempunyai ibu yang perhatian, bukan? Walaupun sekedar ibu tiri tapi perhatiannya sangat jauh sekali dengan ibunya Luna yang merupakan ibu kandungnya sendiri.
Tok..tok..tok!
Ceklek!
Gema mengintip dari balik pintu lalu masuk ke dalam kamar. Luna menghentikan aktivitas makannya karena buru-buru mengusap wajahnya yang basah takut ketahuan Gema sebab ia habis menangis.
Gema menyiapkan obat sembari menunggu Luna selesai makan, ia melirik cewek itu diam-diam, lalu beralih duduk di sisi ranjang begitu memperhatikan wajah Luna yang terlihat sembab.
Luna tetap diam dengan posisinya yang terus menunduk. Gema menghela napasnya, mengambil mangkuk bubur Luna yang masih tersisa banyak, hanya ditatapi terus tapi tidak dimakan lagi.
"Sekarang minum obat dulu." Gema memberikan obat dan air putih pada Luna. Mengetahui Luna adalah Anet kini Gema harus banyak-banyak bersabar menghadapi sikapnya. Walaupun kondisi tubuhnya baik-baik saja tapi tidak dengan kondisi mentalnya.
"Gue tau lo masih marah sama gue, tapi jangan diemin gue kaya gini, Lun. Lo gak bisa kaya Anet yang dulu, tertutup bahkan interaksi sama gue aja harus gue pancing dulu." Luna menatap tangannya yang digenggam Gema. Mendengar Gema berbicara seperti itu rupanya ia sudah tahu siapa Luna sebenarnya.
"Gue tau lo sebenernya Anet yang gue kenal sekarang, kalo bukan Revan yang kasih tau mungkin sampe sekarang gue bakal selalu nganggap lo Luna Arnetta, bukan Aluna Netya," terang Gema.
"Gue gak tau alasan lo ngubah nama dan diri lo saat ini, bahkan bokap lo sendiri bilang lo udah gak ada. Gue selalu nyesel kalo gue terlambat buat ngucapin kata maaf sama lo, Anet. Tapi sekarang tuhan udah kasih kesempatan buat gue buat minta maaf sama lo. Maaf gue gak pernah ada di samping lo selama ini."
"Lo inget gak waktu pertama kali ketemu di kafe kenangan? Gue selalu ngerasa kalo lo gak asing di mata gue. Asal lo tau, Kafe Kenangan tempat di mana gue narik lo yang hampir ketabrak saat lo marah ke gue. Dan waktu lo nyari kerja, first meet kita, setelah 10 tahun pisah."
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMA ALASKAR (COMPLETED)
Teen Fiction#1 in teenfiction (09/03/2022) #1 in badboy (09/03/2022) #1 in troublemaker (18/08/2022) #29 in fiksiremaja (28/03/2021) (Jangan lupa follow Author) Masalah bermula dari pertemuan tidak sengaja Gema Alaskar dan Luna Arnetta di sebuah kafe di pusat K...