Pagi-pagi Luna sudah menyiapkan sarapan untuk Vella, raut wajahnya kini lebih cerah dari biasanya karena semalam ia berbincang melalui telepon dengan Arash-- pemilik minimarket itu dan mengatakan bahwa alasannya bekerja dapat diterima tinggal ia memberikan berkas lamarannya.
"Kenapa lo senyum-senyum?" Vella terheran. "Gila lo?"
"Enggak." Raut wajah Luna berubah.
"Gue cuma baru dapet kerjaan."
"Bagus dong jadi lo gak perlu minta duit ke gue." Vella minum susu hangatnya.
"Kerja dimana lo?""Kerja di minimarket depan."
"Cocok, setara sama penampilan lo," ucap Vella seperti menghina harga dirinya. "Tapi lo jangan lupa sama tugas di rumah ini."
"Tapi Vel, apa ga sebaiknya cari pembantu baru? Gue gak bisa terus-terusan ngurus rumah segede ini." Luna memprotes, Vella langsung bangun dari duduk, ia sepertinya tidak suka dengan argumen yang Luna berikan.
"Emang lo pikir cari pembantu gampang apa, gunanya lo disini tuh kerja, ngurus rumah, dengan lo kerja disini itu udah membayar lo untuk tinggal disini, makan disini bodoh!" serunya seraya mendorong pelipis Luna untuk mundur dari hadapannya.
"Kalo orangtua gue gak kasih tempat tinggal buat lo, mungkin lo jadi gembel sekarang di Jakarta." Vella melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 6.45.
"Ck udah siang, bisa-bisa gue telat gara-gara lo! " Vella berdecak kesal mengambil tasnya lalu melenggang pergi.
Luna mengusap pipinya yang terasa lembab, lagi-lagi ia harus menangis dengan masalah yang menimpanya. Harusnya yang ia pikirkan sekarang adalah membereskan pekerjaan rumah dan pergi ke minimarket menyerahkan berkas lamaran agar ia segera cepat bekerja. Selama diskors ia harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mencari uang.
Ayo semangat, Lun!
Luna membereskan satu persatu tugasnya, mulai dari membereskan kamar Vella, menyapu, mengepel bahkan membersihkan pekarangan rumah.
Setelah semua rapih Luna pun menuju minimarket membawa berkas lamaran. Pandangan Luna pertama kali saat memasuki minimarket menuju kasir cowok tersebut, tapi sayangnya pagi ini seorang cewek yang menjaga kasir tersebut.
"Mba, Pak Arashnya ada? Saya mau serahin berkas lamaran kerja."
"Oh, Pak Arash. Ada, ayo saya antar." Luna mengikuti kasir cewek itu berjalan mengantarnya.
"Pak, ada yang mau kirim berkas." Pak Arash yang sedang mencatat stok barang minimarket seketika menoleh.
"M-mas yang w-waktu itu kan?" Luna syok, bagaimana bisa kasir cowok yang ia tanya kemarin adalah yang punya minimarket itu sendiri.
"Iya saya yang punya minimarketnya," ujar Arash terkekeh.
"Kenapa mas gak bilang? Eh...maksudnya bapak."
"Panggil, kak aja."
"Eh?"
"Saya masih kuliah semester 3, Luna. Jadi panggil saya Kak Arash aja," ujar Arash. Dia memang sedang kuliah dan melanjutkan usaha minimarket orangtuanya yang sudah tiada.
Sementara Luna masih di tempat dengan keadaan bingung, padahal karyawan tadi saja memanggilnya Pak Arash tapi kenapa Luna sendiri harus memanggilnya Kak?
"Mana berkas lamaran kamu?" Luna memberikan berkasnya, Arash kemudian segera mengeceknya.
"Berkas kamu lengkap, kamu bisa mulai kerja hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMA ALASKAR (COMPLETED)
Teen Fiction#1 in teenfiction (09/03/2022) #1 in badboy (09/03/2022) #1 in troublemaker (18/08/2022) #29 in fiksiremaja (28/03/2021) (Jangan lupa follow Author) Masalah bermula dari pertemuan tidak sengaja Gema Alaskar dan Luna Arnetta di sebuah kafe di pusat K...