Arvian dan Mutia datang begitu mendengar kabar dari Luna kalau Vella sudah siuman. Arvian yang tengah bersama Indra langsung meluncur menjemput Mutia, mengantarkan mereka ke rumah sakit. Tiba di sana Leo dan Gema tengah menunggu pemeriksaan Vella lebih lanjut, terkait luka tembak di dada kanannya.
"Gimana, dok, anak saya?" Mendengar pintu terbuka Arvian bergegas menemui dokter yang menyampirkan stetoskop ke lehernya.
"Kondisinya sudah baik-baik saja. Silahkan bisa dijenguk tapi saya mohon hanya beberapa saja yang masuk karena sudah malam, jam besuk sebentar lagi habis."
"Baik, dok."
"Saya permisi."
Arvian dan Mutia masuk ke dalam ruangan, sementara Indra, Leo dan Gema di luar.
"Gema, kamu nggak pulang ke rumah?"
"Pulang, papa yang kemana aja?"
"Papa tadi siapin tempat tinggal buat Arvian. Belum lama mau pulang Luna telpon nyuruh ke sini kalo Vella udah sadar." Indra melihat ke sekitar, mencari seseorang. "Lunanya sekarang kemana?"
Gema kebingungan, barusan ia masih melihat Luna berada di sini sekarang ia sudah menghilang. "Le, lo liat Luna?"
"Oh iya, Luna tadi izin pulang, ada urusan katanya, paling nanti dia ke sini lagi," jelas Leo.
"Kalian berdua mau jagain Vella?"
"Iya, Gema bakal nginep di sini."
"Leo juga nemenin Gema, om."
"Ya sudah, boleh jagain tapi inget jaga kesehatan. Papa mau pulang, Arvian sama Mutia nggak bakal lama-lama di sini. Papa masih ada urusan sama Arvian, Mutia juga lagi nggak enak badan."
Beberapa saat, Arvian dan Mutia keluar ruangan. Indra yang tengah mengobrol lantas menoleh.
"Ar, udah?" Arvian mengangguk.
"Gema, Vella nyariin kamu."
"Oh iya, om."
"Titip Vella ya, Mutia lagi nggak enak badan, mungkin abis donor darah tadi."
"Siap, om."
Leo yang di samping Gema maju selangkah. "Leo izin nemenin Gema ya, om. Jagain Vella juga."
"Kamu beneran bisa Leo?" Arvian tidak yakin, padahal tadi sore anak ini baru saja donor darah juga bersama Mutia.
"Bisa, om. Tenang aja."
"Kalo gitu kita pamit pulang ya." Gema dan Leo turut mengangguk. Gema dan Leo masuk ruangan Vella setelah ketiga orang tua itu pergi.
"Gue numpang ke toilet," izin Gema pada Vella, padahal tanpa meminta izin pun tidak apa-apa.
"Leo, lo ke sini juga." Leo duduk di sisi brankar, masih memasang wajah datar. Biar terlihat keren katanya, padahal faktanya memang begitu.
"Nggak boleh?"
"Boleh aja."
"Kondisi lo gimana?"
"Baru kerasa sakit sih dada sebelah kiri, mungkin karena obat biusnya udah ilang jadi bekas jaitan operasinya baru kerasa." Vella melirik ke pintu sesaat. "Luna mana?"
"Dia—ada urusan katanya, paling nanti ke sini lagi."
"Lo mau minum?"
"Nggak, udah banyak minum. Mau buah."
"Nih." Leo memberikan buah apel yang diambilnya.
"Kupasin kulitnya." Leo mengambil pisau, memberikan pada Vella.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMA ALASKAR (COMPLETED)
Teen Fiction#1 in teenfiction (09/03/2022) #1 in badboy (09/03/2022) #1 in troublemaker (18/08/2022) #29 in fiksiremaja (28/03/2021) (Jangan lupa follow Author) Masalah bermula dari pertemuan tidak sengaja Gema Alaskar dan Luna Arnetta di sebuah kafe di pusat K...