Lima Puluh Sembilan

924 148 20
                                    

-🔓-

Draco terduduk diam di brangkar hospital wings. Ia menatap kearah jendela yang hanya menampilkan pemandangan langit malam. Disaat seperti inilah, ingatan-ingatan tentang Chryssa kembali menyerangnya bertubi-tubi. Entah usahanya yang kurang, atau memang Chryssa yang terlalu pandai menghilang, sampai saat ini Draco tak menerima informasi apapun tentang Chryssa. Ia hanya berharap semua masalahnya--tugas yang diberikan Pangeran kegelapan--bisa segera ia selesaikan, karena setelah semua ini selesai Draco akan fokus mencari keberadaan Chryssa. Ia yakin Chryssa nya tidak benar-benar berniat untuk pergi.

Waktu sudah hampir menunjukkan tengah malam, tapi tak ada niat sedikitpun dari Draco untuk mengistirahatkan tubuhnya. Malam ini malam yang penting, setelah ia berhasil memperbaiki vanishing cabinet--dan tentu saja setelah si Potter bau itu berhasil melukainya--semua hal yang melelahkan ini bisa segera berakhir.

Draco turun dari brangkarnya dan langsung berjalan menuju ruang kebutuhan. Ia sudah siap, ia yakin sudah siap. Semuanya sudah ia lakukan sesuai rencana. Dan ia yakin ini pasti akan berhasil.

Yeah, setidaknya itulah yang bis aDraco lakukan untuk meyakinkan hatinya. Tugasnya--membunuh Dumbledore--tentu bukan sebuah tugas yang mudah dilakukan. Jangan lupakan fakta bahwa Dumbledore adalah penyihir hebat, dan tentu saja Dumbledore adalah seorang kepala sekolah yang di banggakan oleh seluruh penjuru dunia sihir.

Munafik, jika Draco mengatakan ia tak takut. Ia benar-benar takut. Lagi dan lagi bayangan Chryssa muncul dihadapannya tepat saat Draco meraih setelan hitamnya yang ia tinggalkan di ruang kebutuhan. Draco tersenyum, setidaknya jika ada Chryssa sekarang, ia tak akan benar-benar merasa ketakutan seperti saat ini. Setidaknya akan ada yang menggenggam tangannya saat ia mulai ragu mengambil keputusan.

Draco menghela nafasnya pelan, "Aku harus melakukannya, Mila...Tanpa..mu, kau tau ini akan menjadi hal yang tersulit untuk kulakukan, but, i know, aku bi---no--aku harus melakukannya, kau juga memikirkan hal yang sama bukan?"

Lirih Draco pelan. Berbicara pada udara kosong sudah menjadi hal yang biasa Draco lakukan. Ia selalu menemukan Mila-nya disana, jadi bukan masalah yang besar, right?

Sekilas Draco bisa membayangkan Chryssa mengelus tangannya sambil tersenyum kearahnya.

"I love you"

Bisik Draco sebelum akhirnya ia menarik kain penutup Vanishing Cabinet, dan setelahnya bibinya--Bellatrix--keluar dari vanishing Cabinet bersama pelahap maut lainnya, Draco langsung berjalan cepat keluar dari ruang kebutuhan, tujuannya sekarang adalah Menara Astronomi.

Sesampainya di menara astronomi, dada Draco semakin sesak. Ia semakin ragu, tapi sebuah fakta tentang hal yang akan terjadi jika ia tak melakukan hal ini mendorongnya untuk tetap maju dan melakukan tugas ini.

"Good evening, Draco"

Entah apa yang terjadi setelahnya, semuanya berlalu begitu cepat, atau mungkin berlalu saja karena Draco tak ingin benar-benar menikmati hal ini.

"Avada Kadavra"

Bukan, bukan Draco yang akhirnya melakukan hal itu. Prof. Snape tiba-tiba muncul dan melakukan hal yang seharusnya Draco lakukan. Entah ia harus bahagia atau bersedih, karena semua ini terasa sangat membingungkan untuknya.

Draco tak tau lagi apa yang terjadi selanjutnya--atau bahkan bisa dikatakan tidak mau tahu--hal yang terakhir yang ia ingat adalah seorang pelahap maut menepuk bahunya dan membawanya pergi menjauh dari kastil.

AmigdalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang